Dalam kesempatan itu, Ahok juga mengungkit pengalamannya saat memimpin DKI Jakarta. Dia mengakui bahwa dirinya pernah dituduh menelantarkan proyek-proyek pembangunan, termasuk proyek bus TransJakarta.
Namun, menurutnya, penolakan yang dia lakukan saat itu didasari oleh ketidaksesuaian spesifikasi pengadaan.
"Masih ingat nggak, orang suka tulis Ahok tuh terbengkalai, proyek-proyek di Jakarta, ratusan unit, ratusan miliar. Itu para pembenci saya bilang Ahok yang menelantarkan. Benar, saya menelantarkan bus-bus itu, tapi saya nggak bayar karena speknya nggak sesuai.
Jadi waktu orang itu masukkan mobil ke Jakarta, gue liat speknya nggak sesuai, gue tolak. Tolak, gimana dong busnya sudah datang. Memang gua pikiran, kenapa lu mau curangin gue," jelasnya.
Ahok menegaskan bahwa prinsipnya dalam memimpin adalah transparansi dan kejujuran. Dia tidak ingin terlibat dalam praktik-praktik curang yang merugikan negara.
Respons Publik dan Analisis Hukum
Merespons pernyataan Ahok, Konsultan Hukum PSN PIK-2, Muannas Alaidid, menilai bahwa Ahok terlihat panik. Menurutnya, sidang korupsi memang seharusnya terbuka untuk umum, dan tidak perlu diminta.
"Namanya sidang korupsi, enggak usah diminta pasti terbuka untuk umum. Sebab ini bukan sidang anak atau asusila yang tertutup. Masalahnya, kenapa Ahok sekarang yang kelihatan panik?" tulis Muannas dalam akun X pribadinya.
Sementara itu, Kejaksaan Agung mengungkap bahwa dugaan praktik oplosan BBM di Pertamina telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp168,5 triliun dalam kurun waktu 2018-2023.
Kasus ini semakin memanas setelah munculnya laporan bahwa Pertalite dioplos menjadi Pertamax, dan Premium diubah menjadi Pertamax.
Dampak Kasus Oplosan BBM terhadap Kepercayaan Publik
Kasus dugaan korupsi dan praktik oplosan BBM di Pertamina ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Denny Siregar, seorang pengamat politik, menyebutkan bahwa kasus ini telah memasuki era ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.
"Kepercayaan publik ke pemerintah luntur imbas kasus Pertamina. Kita sedang memasuki era ketidakpercayaan pada apapun," ujar Denny.