POSKOTA.CO.ID - Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terus melemah hingga perdagangan pagi Jumat, 28 Februari 2025. Namun, di balik penurunan ini, Tim Analis Bareksa melihat peluang menarik bagi investor.
Dalam riset terbaru mereka, Ariyanto Dipo Sucahyo dan Abdul Malik menyoroti strategi Buy the Dip untuk saham-saham bank besar, termasuk BBRI, dengan tetap memberikan rekomendasi Buy.
Sejak awal tahun hingga Jumat pagi pukul 10.40 WIB, saham BBRI telah turun 15,69% ke level Rp3.430 per saham. Penurunan ini sejalan dengan tekanan berat pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dipengaruhi oleh kebijakan tarif dagang Presiden AS Donald Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan China.
Gejolak Pasar Global dan Dampaknya pada BBRI
Tim Analis Bareksa menjelaskan bahwa tarif tinggi yang diterapkan AS menyebabkan kenaikan harga barang dan inflasi, terutama di Amerika Serikat. Inflasi yang tinggi mengurangi prospek penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed), sehingga kurs dolar AS tetap kuat.
Hal ini menarik arus dana dari pasar global ke AS, termasuk dari pasar saham Indonesia.
Selain itu, indeks saham MSCI Indonesia turun peringkat dari equal weight menjadi underweight karena hambatan pertumbuhan dan penurunan Return on Equity (ROE).
Sentimen negatif ini berpotensi memicu arus keluar dana asing dari pasar saham Indonesia, yang dapat menekan IHSG dan saham BBRI.
Peluang Buy the Dip dan Proyeksi Rebound
Meski situasi pasar terlihat suram, Tim Analis Bareksa menilai ada peluang menarik untuk menerapkan strategi Buy the Dip. Mereka memperkirakan butuh waktu sekitar 35–72 hari perdagangan dari level terendah (bottom) hingga pembalikan arah (rebound) ke level tertinggi dengan potensi return di atas 15%.
"Belajar dari kondisi serupa pada 2018, investor bisa menerapkan strategi Buy the Dip secara bertahap," tulis mereka.
Saham BBRI direkomendasikan untuk dibeli dengan target harga tahun 2025 di Rp5.650 per saham, atau potensi kenaikan hingga 54% dari level saat ini. Namun, investor tetap perlu mewaspadai risiko seperti capital loss akibat fluktuasi pasar yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan kinerja perusahaan.