Yang diperlukan sekarang adalah kritik konstruktif, kritik membangun, bukan asal kritik untuk memperkuat eksistensi bahwa dirinya bersikap kritis terhadap segala persoalan untuk memajukan bangsa, demi kepentingan rakyat.
Karena itu, seperti telah disebutkan, kritikan harus dilandasi dengan kejujuran dan ketulusan demi perbaikan, bukan sebatas mencari-cari kekurangan dan kesalahan.
Kritikan didasarkan kepada kepentingan umum. Didasarkan atas fakta, dengan disertai data, bukan sebatas retorika atau "asal bicara" . Hendaknya kritik diri diri sendiri, sebelum mengkritik orang lain.
Di era digital sekarang ini, dengan euforia media sosial, setiap orang dengan mudahnya bisa menyampaikan kritik.
Tetapi melalui media apa pun, hendaknya kritik disampaikan secara santun, penuh etika dan adat budaya. Orang bebas melakukan kritik, tetapi bukannya tanpa batas sebagaimana termaktub dalam uraian pasal 28 UUD 1945.
Kritik dianggap baik dan konstruktif, jika :
Pertama, adanya niat untuk perbaikan, bukan menebar keburukan.
Kedua, disertai alasan yang jelas, mengapa kritik perlu disampaikan
Ketiga, kritik bukan didasari oleh emosi, iri, marah dan dendam serta fitnah.
Keempat, jauhkan kritik dari urusan pribadi.
Kelima, kritik bukan untuk menjatuhkan seseorang, tetapi justru membangun orang lain menjadi kuat dan semangat.
Itulah etika dalam menyampaikan kritikan. Lantas bagaimana merespons kritikan? Jawabnya cukup beragam. Masing – masing memiliki sikap dalam merespons kritikan, tentu berdasarkan argumen, data dan fakta yang ada.