JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi memprioritaskan efisiensi anggaran untuk kebutuhan masyarakat. Menurutnya, efisiensi bukan sekadar memotong anggaran, tetapi mengalihkan belanja yang tidak penting jadi lebih bermanfaat.
"Pelantikan ini jadi momentum kita untuk meluruskan pemahaman tentang efisiensi karena selama ini efisiensi dipahami sebagai pemotongan anggaran. Di Jawa Barat, efisiensi itu bukan memangkas anggaran, tetapi mengalihkan belanja yang tidak penting menjadi belanja yang lebih penting. Belanja pesta menjadi belanja yang bermanfaat dan hura-hura menjadi belanja untuk kebutuhan masyarakat," kata Dedi seusai dilantik, Kamis, 20 Februari 2025.
Dalam waktu satu bulan, Dedi telah melakukan realokasi anggaran dengan tim transisi yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. Tim transisi ini beranggotakan 11 orang yang dipimpin oleh Dedi dan terdiri dari pejabat eselon 3.
"Dari perhitungan pembiayaan anggaran, kami telah mengubah mata anggaran dari belanja tidak penting menjadi belanja yang lebih penting. Per tadi malam, jumlahnya mencapai Rp5,5 triliun. Kita berharap bisa mencapai Rp6 triliun," jelasnya.
Baca Juga: Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan Resmi Dilantik jadi Gubernur-Wakil Gubernur Jabar 2025-2030
Ia juga menyampaikan, dana hasil efisiensi akan dialokasikan untuk beberapa sektor prioritas, seperti pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) ditingkatkan dari Rp60 miliar jadi Rp1,2 triliun.
"Ini untuk membangun 3.333 ruang kelas baru, sekolah baru, dan membebaskan tanah untuk pembangunan sekolah dalam dua tahun ke depan," katanya.
Untuk memperbaiki infrastruktur jalan, dianggarkan dari Rp600 miliar jadi Rp2,4 triliun. Infrastruktur jalan yang baik dapat mengembangkan investasi.
Perihal upaya peningkatan investasi, ia berupaya menangani oknum mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas) yang menghambat investasi dengan menyiapkan program "Operasi Jabar Manunggal".
Baca Juga: Dilantik jadi Gubernur Jabar, Dedi Ajak Masyarakat Berikan Ucapan Selamat dalam Bentuk Benih Padi
Program itu dirancang untuk mendampingi perusahaan dan melindungi mereka dari gangguan terkait pembebasan tanah, pembangunan, rekrutmen tenaga kerja, hingga produksi limbah.