Namun kemudian, kata Prasetyo Edi, dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD Jakarta tahun 2025 menyatakan lahan itu bermasalah.
Lalu BPK mencatat kalau lahan itu masih berstatus tanah sengketa antara Toeti dengan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Jakarta.
"Berdasarkan keterangan DKPKP, tanah tersebut tercatat sebagai bagian aset per 31 Desember 2015," kata Prasetyo Edi.
Lebih lanjut, menurut Prasetyo Edi, pada tahun 2015 APBD Jakarta disahkan menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub).
Baca Juga: Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, 3 Ruangan Kementerian ESDM Digeledah Kejagung
Namun tidak tercapainya kesepakatan (deadlock) terjadi karena ketegangan antara Gubernur Jakarta pada saat itu Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dengan DPRD Jakarta.
Lalu Kemendagri sempat menggagas upaya mediasi sebenarnya memberi waktu tujuh hari untuk Pemprov Jakarta dan DPRD membahas RAPBD 2015.
"Ahok saat itu tak mau kompromi dengan DPRD, hingga akhirnya memutuskan APBD sepenuhnya dibahas dan disahkan eksekutif menggunakan Pergub Nomor 160 Tahun 2015 tentang APBD Tahun Anggaran 2015," jelas Prasetyo Edi.
Selanjutnya, Prasetyo Edi mengatakan, berdasarkan undang-undang nomor 15 tahun 2004 maka DPRD Jakarta wajib menindaklanjuti LHP BPK tentang masalah pembelian lahan cengkareng.
Sehingga dibentuklah Pansus Aset dan diputuskan almarhum Gembong Warsono sebagai Ketua Pansus Aset, ketika itu yang bersangkutan menjabat ketua Fraksi PDIP.