”Harmonisasi kebijakan mutlak dibutuhkan guna mencegah suara sumbang yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan dan kepuasaan publik. Dalam menjalankan perannya terdapat keselarasan, tidak bertabrakan..”
-Harmoko-
Isu akan adanya perombakan kabinet (reshuffle) tengah menjadi perbincangan publik menyusul adanya menteri yang dinilai masih kurang seirama dalam memenuhi visi Astacita dan program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto.
Ini tak lepas dari peringatan keras Presiden Prabowo kepada para menterinya dan kepala lembaga pemerintahan untuk bekerja dengan bersih dan benar.
Siapa yang tidak mau ikut dengan aliran besar ini, sebagaimana tuntutan rakyat, akan disingkirkan.
Makna yang dapat kami serap, pejabat yang tidak seirama, tidak sejalan dan tidak selaras serta tidak sehaluan, tidak lagi layak berada dalam Kabinet Merah Putih.
Kita paham betul, tuntutan rakyat begitu besar, selaras dengan besarnya harapan dan kepercayaan rakyat kepada pemerintahan Prabowo Subianto.
Tuntutan dimaksud adalah terciptanya pemerintahan yang bersih dan benar. Pemerintahan boleh jadi bersih tanpa adanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tak ada pungli dan gratifikasi, tetapi tiada arti, jika kebijakan yang digulirkan tidak benar.
Tidak untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara , tetapi tersembunyi kepentingan kerabat dan koleganya.
Tidak benar pula inputnya, prosesnya dan outputnya serta pelaksanaannya. Jika sejak awal kebijakan sudah diwarnai dengan kekeliruan, hasilnya pun akan jauh menyimpang dari sasaran.
Hasil yang didapatkan bukanlah manfaat untuk rakyat, tapi kegaduhan karena kepentingan rakyat terabaikan. Itulah perlunya transparansi dan kemampuan merespons aspirasi publik, selain kehati- hatian sebelum kebijakan digulirkan.