"Dan ini secara faktual juga sudah dilaporkan bahwasannya ternyata daerah-daerah penyangga tersebut sebagian itu juga mengambil alokasi dari DKI yang HET-nya lebih rendah dibandingkan HET daerah penyangga," kata Teguh.
"Dan tentu saja ini juga menjadi hal yang kata kalah kurang bagus dampaknya untuk DKI. Sehingga DKI juga relatif kekurangan," tambahnya.
Maka dari itu, Teguh meminta kepada jajaran untuk selalu faktual melakukan pengecekan di lapangan untuk memastikan pendistribusian gas melon tepat sasaran.
"Jika ada terjadi antrean disana-sini, segera lakukan koordinasi dengan pihak terkait. Ada BP MIGAS dan perusahaan pertambangan dan sebagainya. Ini sudah kami lakukan. Jadi kami menikmati itu, mudah-mudahan ini segera bisa diatasi dengan sebaik-baiknya," jelasnya.
Baca Juga: Pemprov Jakarta Segera Bahas Upaya Stabilkan Harga dan Kelangkaan Gas LPG 3 Kg sebelum Ramadhan
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (DTKE) Jakarta, Hari Nugroho menyampaikan kuota gas LPG 3 kilogram bersubsidi yang diberikan Pertamina tahun ini, lebih rendah dari yang diusulkan Pemprov Jakarta.
Dijelaskan, kuota LPG 3 kilogram bersubsidi pada tahun 2025 di Jakarta yaitu 407.555 metrik ton. Sedangkan pihaknya meminta sebanyak 443.933 metrik ton.
"Dan terjadilah panic buying, akhirnya terjadi lagi. Yang terakhir, kami sudah 10 tahun dari Pergub 45, ke Pergub 45 tahun 2015, sampai sekarang tidak naik-naik (HET)," jelasnya.