Menurutnya, harga yang dijual dari pangkalan sangat fluktuatif, bahkan penyaluran menjadi tidak merata.
"Kasihan warga yang lain, kan kita juga punya langganan. Kadang di pangkalan punya harga jual berbeda, untungnya juga sedikit," ucap dia.
Sementara itu, pengecer lainnya bernama Ibad, 28 tahun, mengatakan, bahwa ia belum berencana ingin menerapkan seperti sosialisasi yang diberlakukan.
"Baru tahu juga dari media sosial, kalau pengecer beralih ke agen, tapi belum tahu mau datar apa enggak," ucap Ibad.
Kelangkaan menjadi sebab utama, pendistrubusian gas harus tertib.
Informasi yang ia terima dari pihak pangkalan, bahwa penyaluran gas LPG 3 kilogram dari Pertamina juga mengalami kelangkaan.
"Saat ini posisi memang sudah langka, katanya stok dari ini (Pertamina) lagi sedikit, ini udah sebulanan, jadi diantarkan kesini juga sedikit," katanya.
Ibad mengaku belum mengetahui perihal penentuan tarif apabila dari pengecer menjadi pangkalan gas. Menurutnya, hal itu nantinya juga menimbulkan polemik.
"Ruginya disitu, gas kita buat apa ngecer, kecuali agennya, kalau ditarik nanti harga belinya anjlok," ucap dia.
Dalam hal ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menata batas harga yang sesuai LPG 3 Kilogram. Penataan ini diberikan waktu satu bulan, sejak 1 Februari 2025.
Pengecer perlu mendaftarkan nomor induk berusaha (NIB) dengan mendaftarkan diri di sistem Online Single Submission (OSS) terlebih dahulu.
Skema ini dilakukan, dikarenakan pendistribusian gas kurang tepat sasaran.