Adapun barang bukti yang diamankan dari tangan pelaku BS, yaitu berbagai jenis obat keras yang tidak memiliki izin edar. Di antaranya, obat Tramadol sebanyak 154 butir, Hexymer sebanyak 944 butir, Trihexyphenidyl sebanyak 20 butir, YY sebanyak 208 butir, Alprazolam sebanyak 48 butir, Lorazepam sebanyak 10 butir, Estazolam sebanyak 10 butir, dan uang tunai hasil penjualan sebesar Rp600 ribu, serta satu paket plastik klip.
"Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tetap waspada terhadap peredaran obat-obatan ilegal yang berpotensi membahayakan kesehatan dan disalahgunakan," katanya.
Akibat perbuatannya, pelaku BS dikenakan Pasal 425 dan Pasal 429 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur sanksi terhadap peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar serta penjualan obat yang seharusnya diperoleh dengan resep dokter.
Dengan pasal ini, pelaku BS diancam dengan hukuman penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp5 miliar.
Awasi Peredaran Obat Keras
Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jakarta, Brigjen Nurhadi Yuwono mengatakan polisi bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengawasi peredaran obat-obatan keras golongan G di Jakarta. Salah satu yang menjadi sorotan masih banyak pengedar yang menjual secara terang-terangan di Jalan KS Tubun.
"Kami juga minta dukungan dari Badan POM untuk ikut bersama-sama turun ke lapangan," kata Nurhadi.
Apalagi, kata dia, obat-obatan keras tipe G juga banyak disalahgunakan atau dikonsumsi oleh anak-anak remaja. Dia meyakini bahwa penyalahgunaan obat keras sama berbahayanya dengan narkoba. Karena itu, pihaknya akan terus memonitor peredaran obat-obatan keras tipe G tanpa izin edar tersebut.