“Sikap penyesuaian diri menjadi kunci perubahan, mengingat perubahan akan berjalan dengan baik, jika adanya kebutuhan bersama, kehendak yang sama, dan manfaat bagi semua.”
-Harmoko-
Bertepatan dengan 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terdapat dua peristiwa penting bagi sejarah kehidupan umat manusia yang diperingati setiap tahunnya, yakni Isra Miraj dan Tahun Baru China (Hari Raya Imlek).
Kita tahu, Isra Miraj diperingati pada 27 Januari, perayaan Imlek pada 29 Januari, sedangkan pada 28 Januari 2025, genap 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ini bukan soal kebetulan, karena telah diyakini, di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Bukan pula untuk mengaitkan satu sama lain, karena memang ketiganya adalah peristiwa yang berbeda, tetapi sangat disadari ketiga peristiwa tadi penuh dengan makna.
Cukup beralasan jika kita diminta untuk memaknai setiap peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Terlebih peristiwa besar dan bersejarah untuk mengubah masa depan bangsa.
Kita tahu, Isra Miraj itu perjalanan suci penuh arti. Peristiwa luar biasa sarat makna, menyimpan pelajaran sangat berharga bagi umat manusia untuk hidup lebih bermakna di era kapan saja.
Lebih dari itu, Isra Miraj mengajarkan bahwa di balik setiap tantangan terdapat peluang. Di balik segala kesulitan, pasti ada kemudahan, ada kekuatan dan pertolongan dari Allah SWT.
Ini menjadi relevan di era sekarang ini, di tengah berbagai kesulitan dan beragam tantangan yang menghadang, pemerintah terus bergerak membangun negerinya, memajukan bangsanya melalui sejumlah program prioritas yang digulirkan.
Pemerintah mampu meyakinkan publik bahwa program yang dinilai sulit bisa menjadi mudah dijalankan. Didasari niat baik disertai ketulusan untuk memajukan bangsa dan negara, semata demi menyejahterakan rakyatnya, bukan dirinya dan kerabatnya, akan dimudahkan.
Program yang memang sudah lama dinanti rakyat, sudah digulirkan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk membentuk SDM yang berkualitas.
Memberdayakan petani, peternak, nelayan dan pengrajin melalui penghapusan piutang UMKM secara bertahap yang mencapai Rp14 Triliun. Keberpihakan kepada rakyat kecil dengan menunda kenaikan PPN 12 persen, kecuali barang mewah.
Belum lagi stabilitas harga yang terjaga sejak lebih tiga bulan lalu, termasuk saat Natal dan Tahun Baru hingga sekarang ini. Tahun baru memang sudah berlalu, tetapi harapan baru Indonesia lebih maju, masih terus menggebu. Indonesia akan lebih baik lagi, kian terpatri dalam sanubari setiap anak negeri.
Harapan yang begitu besar ini, sejatinya cermin adanya kepercayaan publik kepada pemerintahan sekarang. Ini terindikasi dari tingkat kepuasan publik kepada pemerintahan Presiden Prabowo, yang menurut hasil survei mencapai angka 80,9 persen.
Ini modal politik yang besar bagi Presiden Prabowo untuk membangun pemerintahannya, meski di sisi lain tantangan pun menjadi semakin besar.
Mengapa? Jawabnya, karena tadi, harapan rakyat kian besar, artinya program yang sudah digulirkan tak sebatas dilanjutkan, juga ditingkatkan cakupannya dan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain, program baru yang diharapkan dapat diwujudkan pada 100 hari kerja fase kedua pemerintahan Presiden Prabowo.
Dalam tiga bulan ke depan, memastikan segala aspek ekonomi dan akses sosial dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama Ramadan dan hari raya Idul Fitri. Tak hanya stabilitas harga, juga ketersedian kebutuhan pokok dan kemudahan mengakses barang dan jasa.
Akan menjadi catatan sejarah, jika jelang Ramadan hingga Lebaran, harga sembako dapat ditekan, terlebih diturunkan seperti halnya menurunkan tiket pesawat dan biaya perjalanan haji.
Mengawali 100 hari kerja fase kedua yang bertepatan dengan Hari Raya Imlek, terbentang harapan baru, masa depan yang lebih baik lagi.
Mencuat harapan di tahun 2025, yang dalam kalender Tionghoa sebagai Tahun Ular Kayu, akan menjadi periode penuh perubahan dan pertumbuhan menuju kian terwujudnya keadilan dan kemakmuran.
Kian diperlukan kemampuan beradaptasi dengan tetap berlandaskan kepada jati diri dan nilai-nilai luhur falsafah bangsa kita, Pancasila.
Sikap penyesuaian diri menjadi kunci perubahan, mengingat perubahan akan berjalan dengan baik, jika adanya kebutuhan bersama, kehendak yang sama, dan manfaat bagi semua, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Tanpa penyesuaian diri, dapat dikhawatirkan perubahan salah arah, boleh jadi ‘salah kaprah, bener ora lumrah.’ Ini tentu, sangat tidak diharapkan.
Karenanya, di tengah perubahan yang sedang dilakukan, diperlukan juga bagaimana kita menyikapi perubahan tersebut secara arif dan bijaksana, bukan dengan euforia tanpa makna. Bukan pula kritikan tanpa pijakan. (Azisoko).