Anak Kampung Tongkol Dalam, Seminggu Tak Sekolah: Baju Seragam Hilang setelah Digusur

Sabtu 25 Jan 2025, 11:03 WIB
Warga kampung Tongkol Dalam yang masih bertahan di kolong tol Wiyoto Wiyono saat menerima relawan yang akan memberikan pelajaran les di bawah jembatan di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (24/1). (Sumber: Poskota/ Pandi Ramedhan)

Warga kampung Tongkol Dalam yang masih bertahan di kolong tol Wiyoto Wiyono saat menerima relawan yang akan memberikan pelajaran les di bawah jembatan di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (24/1). (Sumber: Poskota/ Pandi Ramedhan)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Reruntuhan bangunan yang beralaskan karpet kini menjadi "kasur" bagi puluhan warga Kampung Tongkol Dalam yang masih bertahan tinggal di bawah kolong tol Wiyoto Wiyono, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.

Sudah seminggu berlalu sejak permukiman mereka digusur, dan sekitar 40-an warga memilih tetap bertahan. Saat ini bangunan permukiman warga di kolong tol itu sudah rata dengan tanah. Namun sekitar 40 warga masih bertahan dan nasibnya terkatung-katung.

Salah satu warga yang kena gusur, Gatot Sudarto, 72 tahun, mengungkapkan, selama seminggu ini mereka tidur dengan alas seadanya, ditemani tikus yang menjadi teman sehari-hari. "Sudah satu minggu, ya tidur begini saja, enggak ada selimut. Selimut pakai yang ada saja," ujar Gatot kepada Poskota di lokasi, Jumat (24/1).

Warga bingung harus tinggal di mana setelah penggusuran karena tidak ada jaminan tempat tinggal yang layak. "Mau pindah ke mana juga belum tahu, makanya saya sama warga yang lain ini masih bertahan di sini," katanya.

Selama seminggu terakhir, warga hidup tanpa penerangan memadai. Hanya ada satu lampu tembak yang dipasang di tengah-tengah bekas permukiman warga dan satu WC darurat dengan pintu yang hanya terbuat dari terpal.

Penggusuran ini terjadi pada Jumat (17/1). Warga menyayangkan tindakan tersebut, yang disebut melibatkan anggota TNI. Gatot mengungkapkan, rencana penggusuran ini sudah tercium sejak Juni 2024, ketika beberapa pihak melakukan pengukuran tanah di lokasi permukiman. "Itu dari WIKA sama konsultan PUPR, itu selama dua minggu pengukuran," jelasnya.

Pada Desember 2024, warga mulai mendapat sosialisasi terkait penggusuran. Mereka diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya menyatakan bersedia meninggalkan lokasi dengan iming-iming uang kerohiman sebesar Rp10 juta per Kepala Keluarga (KK).

Gatot juga menyayangkan pemerintah yang tidak memberikan pilihan bagi warga untuk pindah ke rumah susun (rusun). "Dua bulan terakhir memang enggak ada sosialisasi, kami enggak dikasih pilihan apakah mau tinggal di rusun atau tidak. Padahal kalau ada pilihan itu, kami bisa pertimbangkan," ujarnya.

Pada November 2024, terang Gatot, Pemprov Jakarta sempat menawarkan warga untuk pindah ke rusun. Namun, warga meminta agar rusun yang disediakan tidak jauh dari lokasi permukiman mereka.

Menurut Gatot, warga yang mayoritas merupakan pekerja harian lepas sudah merasa nyaman dan terbiasa mencari nafkah serta melakukan aktivitas sosial di sekitar lokasi tersebut. Sebagian besar warga juga telah tinggal di sana selama puluhan tahun.

"Tidak ada sama sekali (tawaran pindah ke rusun yang dekat). Itu kan namanya diajak duduk bersama, tapi ini sama sekali tidak ada. Jadi artinya, hanya pengukuran saja," ungkapnya.

Berita Terkait
News Update