BPJS Kesehatan Tak Tanggung Semua Penyakit: Rakyat Sekarat Terancam Tak Bisa Berobat

Minggu 19 Jan 2025, 08:10 WIB
Seorang pekerja memperlihatkan Kartu Indonesia Sehat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan di kantornya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu, 18 Januari 2025. (Sumber: Poskota/ Bilal Nugraha Ginanjar)

Seorang pekerja memperlihatkan Kartu Indonesia Sehat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan di kantornya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu, 18 Januari 2025. (Sumber: Poskota/ Bilal Nugraha Ginanjar)

Selain itu, beberapa warga Bekasi juga menilai penggunaan asuransi swasta sebagai pelengkap BPJS Kesehatan bukan hal yang tepat. "Yang ada malah nambah pengeluaran lagi kalau pakai asuransi tambahan," ujar Sari, 35 tahun, warga Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.

Menurut Sari, BPJS Kesehatan yang tidak menanggung 100 persen biaya pengobatan memberikan dampak besar bagi masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah. "Saya pakai BPJS kelas 2, tapi tetap ada biaya tambahan. Waktu saya melahirkan dengan operasi, saya harus siapkan dana sendiri untuk menutupi kekurangannya," tuturnya.

Sari juga mengeluhkan fasilitas rumah sakit yang terbatas. Dia bahkan harus membayar tambahan untuk mendapatkan obat dengan kualitas yang lebih baik. "Bahkan, kalau mau obat yang bagus, kita harus keluar uang lagi," katanya.

Meski begitu, Sari mengakui bahwa program BPJS adalah inisiatif yang baik, tetapi pelayanannya masih jauh dari harapan. "Programnya lumayan bagus, tapi pelayanannya tidak maksimal, apalagi untuk masyarakat yang kurang mampu," ujarnya.

Sari menyoroti masalah antrean panjang dan lambatnya penanganan medis sebagai kekurangan yang perlu segera diperbaiki. "Antrean panjang, penanganan lambat, apalagi kalau pasiennya sakit parah. Itu harus diperhatikan lebih serius," tambahnya.

Sementara itu, Abdul, 38 tahun, warga Kedaung, Kecamatan Babelan, juga menyuarakan kekecewaannya terhadap layanan BPJS Kesehatan. Dia mengatakan, pemerintah seharusnya memastikan pengobatan gratis yang memadai untuk masyarakat. "Harusnya pemerintah bisa menanggung 100 persen biaya pengobatan, karena kami sudah rutin bayar iuran setiap bulan," katanya.

Abdul menyarankan, jika masyarakat harus beralih ke asuransi swasta, maka iurannya sebaiknya setara dengan BPJS Kesehatan. "Kalau memang ada asuransi lain, iurannya harus sama seperti BPJS," ujarnya.

Ia juga menyoroti lambatnya proses penanganan di rumah sakit, termasuk sulitnya mendapatkan kamar bagi pasien. "Penanganannya lambat dan untuk dapat kamar pasien juga lama," tambahnya.

Ke depan, Abdul berharap agar BPJS Kesehatan dapat memberikan layanan yang setara tanpa membedakan pasien berdasarkan metode pembayaran. "Jangan bedakan layanan pasien BPJS dengan yang bayar tunai atau mandiri," tegasnya.

Manfaat Non Medis

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah mengatakan, asuransi kesehatan swasta bukan dalam posisi sebagai kompetitor BPJS Kesehatan. Karena kepesertaan JKN adalah wajib bagi setiap penduduk Indonesia. Namun, jika masyarakat mampu dan ingin mendapatkan manfaat non medis lebih, maka dipersilakan juga memiliki asuransi swasta.

Rizzky menjelaskan, asuransi kesehatan swasta dapat mengembangkan produk untuk menjamin pelayanan kesehatan di luar manfaat yang dijamin BPJS Kesehatan. Karena itu, menurut dia, peluang kerja sama dengan pihak asuransi swasta sebetulnya dapat dilaksanakan BPJS Kesehatan selama tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku.

Hal itu disampaikan Rizzky menyusul beredarnya informasi bahwa BPJS Kesehatan memiliki keterbatasan menjamin penyakit dan hanya menjamin sebagian biaya berobat.

Berita Terkait
News Update