BPJS Kesehatan Tak Tanggung Semua Penyakit: Rakyat Sekarat Terancam Tak Bisa Berobat

Minggu 19 Jan 2025, 08:10 WIB
Seorang pekerja memperlihatkan Kartu Indonesia Sehat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan di kantornya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu, 18 Januari 2025. (Sumber: Poskota/ Bilal Nugraha Ginanjar)

Seorang pekerja memperlihatkan Kartu Indonesia Sehat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan di kantornya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu, 18 Januari 2025. (Sumber: Poskota/ Bilal Nugraha Ginanjar)

"Kadang ada beberapa obat yang enggak ditanggung BPJS, tergantung sakitnya apa, jadi mau enggak mau disuruh beli," kata dia.

Keluhan yang sama disampaikan Yenny, 46 tahun, ibu tiga anak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dia menyebutkan, meski sudah bayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulan, ada beberapa obat yang tidak ditanggung BPJS. Menurutnya, obat yang ditanggung BPJS hanya obat generik. "Tiap bulan selalu dibayar. Tapi tidak ditanggung 100 persen kalau sakit," ucapnya.

Dia juga meminta agar pelayanan BPJS ditingkatkan, terutama kemudahan dirujuk ke rumah sakit dari fasilitas kesehatan (faskes) pertama. Sebab, sering kali rujukan ke rumah sakit dari faskes pertama itu dibatasi berdasarkan kuota pasien sehingga mempersulit pengobatan. Padahal, iuran bulanan BPJS rutin dibayarkan.

Namun, Yenny tetap akan menggunakan BPJS Kesehatan walaupun tidak bisa menanggung semua jenis penyakit. Dia enggan memiliki asuransi kesehatan swasta karena juga sering dipersulit saat ingin berobat.

"Asuransi swasta juga banyak yang mengeluh. Sama saja dipersulit jika kita mau mengklaim di rumah sakit jadi ribet. Jadi pakai yang sudah ada saja, pakai BPJS Kesehatan, enggak pusing," ungkapnya.

Yenny pun berharap BPJS Kesehatan dapat dimaksimalkan dan menanggung 100 persen semua penyakit serta memberikan kemudahan pelayanan saat menjalani pengobatan di rumah sakit. "Jangan dipersulit. Orang sakit bukannya dipermudah, ini mah malah dipersulit," katanya.

Warga Depok, Abdul Wahab, 55 tahun, menuturkan, permasalahan BPJS Kesehatan yang tidak bisa menanggung 100 persen semua penyakit memang memberatkan dirinya. Dia menuturkan, BPJS bagaimanapun adalah institusi pemerintah yang seharusnya meringankan beban, bukan mencekik rakyat. "Percuma jika sudah bayar tapi tidak ditanggung 100 persen," katanya.

Dia sangat keberatan jika kemudian harus memiliki asuransi kesehatan swasta. Karena menurutnya, kalau menggunakan asuransi swasta justru semakin memberatkan. Penghasilannya setiap bulan tidak cukup membayar biaya asuransi swasta yang mahal itu.

"Kalau gaji besar di atas UMR, pindah ke asuransi swasta enggak masalah. Ini boro-boro, sudah gaji di bawah UMR, ditambah harus bayar asuransi yang swasta juga," kata dia.

Hal yang sering menjadi masalah dan membuat Abdul Wahab kerepotan, yaitu ketika sedang sakit parah dan harus dirujuk ke rumah sakit. Sebab, dia pernah dirujuk ke rumah sakit, lalu dioper ke rumah sakit lain, kemudian dipindahkan lagi ke rumah sakit yang lain.

"Makanya ribet kalau pakai BPJS. Tapi kalau mau pakai yang swasta kan mahal. Belum lagi kalau pakai BPJS, obat yang bukan generik tidak ditanggung BPJS," ujarnya.

Dia berharap, pemerintah mengawasi kinerja BPJS Kesehatan agar maksimal membantu rakyat kecil. "Jangan yang sudah sakit malah tambah sakit, bukan tambah sembuh setelah menggunakan BPJS karena banyak persyaratan," katanya.

Berita Terkait
News Update