Soroti Pergub Poligami, Wakil Ketua DPRD Jakarta Pertanyakan Alasan dan Urgensi

Sabtu 18 Jan 2025, 11:44 WIB
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjalan keluar dari kantor Balaikota DKI Jakarta, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjalan keluar dari kantor Balaikota DKI Jakarta, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua DPRD Jakarta, Wibi Andrino mempertanyakan relevansi kebijakan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur izin poligami bagi ASN Pemprov Jakarta dalam konteks reformasi birokrasi dan pembangunan sosial.

"Saya merasa perlu mempertanyakan apakah kebijakan ini sejalan dengan semangat kesetaraan gender dan modernitas yang terus kita dorong di Jakarta," kata Wibi dalam keterangan tertulis, Jumat, 17 Januari 2025.

Ia menilai dalam konteks masyarakat urban Jakarta yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan gender dan kehidupan modern, aturan semacam ini dapat bertentangan dengan upaya untuk menciptakan keadilan sosial.

“Kebijakan publik harus mencerminkan aspirasi masyarakat luas yang mengutamakan prinsip keadilan dan persamaan hak,” ucapnya.

Baca Juga: Amnesty International Nilai Pergub Jakarta Soal Poligami Bentuk Diskriminatif ke Perempuan

Ia juga mengkhawatirkan potensi penyalahgunaan regulasi oleh oknum ASN yang dapat merugikan citra institusi pemerintahan.

Maka, perlu ada pengawasan yang ketat agar aturan ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap ASN.

Menurutnya, keputusan untuk berpoligami tidak hanya berdampak pada individu ASN, tetapi juga pada stabilitas keluarga, anak-anak, dan bahkan kinerja ASN itu sendiri.

“Pertimbangan mendalam sangat penting agar tidak ada pihak yang dirugikan, terutama perempuan dan anak-anak yang rentan terhadap dampak negatif kebijakan ini,” ujar Wibi.

Baca Juga: Mulai Pekan Depan, Surat Tilang Elektronik Dikirim via WhatsApp

Wibi menyoroti perlunya keterbukaan dalam proses penerbitan aturan. Ia mendesak agar aspirasi masyarakat Jakarta dijadikan pertimbangan utama sebelum kebijakan yang berpotensi kontroversial diterbitkan.

Berita Terkait
News Update