Kopi Pagi: Menyoal Sistem Pemilu  

Kamis 16 Jan 2025, 08:03 WIB
Kopi Pagi: Menyoal Sistem Pemilu  (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Menyoal Sistem Pemilu (Sumber: Poskota)

Partisipasi publik memenuhi undangan pemilu menjadi parameter suksesnya gelaran pesta demokrasi.

Patut diingat, pemilu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat. Melalui pemilu, rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program aspiratif.

Dengan kata lain, tujuan pemilu adalah untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif. Tidak kalah pentingnya sebagai sarana membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD NRI 1945.

Itulah mengapa tak sedikit yang mempertanyakan soal legitimasi kekuasaan, jika partisipasi politik rakyat dalam pemilu sangatlah rendah.

Makna yang hendak saya sampaikan adalah menetapkan jadwal pemilu yang dapat menggerakkan partisipasi politik masyarakat secara langsung menjadi urgen. Kian tinggi tingkat partisipasi pemilih, legitimasi kekuasaan semakin kuat. Sebaliknya, kian rendah, legitimasi rakyat patut dipertanyakan.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah menetapkan jadwal urutan pemilu. Dapat dipahami, pemilu sebagai sarana membentuk perwakilan rakyat, dimana rakyat memilih para wakilnya yang dipercaya untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingannya.

Melalui para wakilnya yang terpercaya itulah, rakyat menyerahkan kebijakan dalam menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan.

Karenanya, ideal jika pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR RI, DPRD, serta anggota DPD didahulukan, sebelum pemilihan presiden dan kepala daerah. 

Pileg juga sebagai uji publik terhadap partai politik dan para kadernya. Parpol dan kader yang aspiratif, tentu akan banyak  dipilih, sebaliknya yang masih diragukan tidak akan dipilih.

Hasil pileg inilah yang nantinya akan menentukan siapa yang layak menjadi kandidat calon presiden dan calon wakil presiden hingga kandidat para calon kepala daerah yang diusulkan oleh parpol peserta pemilu. Terlebih setelah presidential threshold tidak ada lagi.

Parpol pemenang pemilu, memperoleh suara terbanyak tentu lebih diperhitungkan, ketimbang yang tidak melewati ambang batas parlemen, meski sebut saja, mempunyai hak memajukan pasangan calon  presiden dan wapres.

Setelah gelaran pileg, barulah pilpres, kemudian yang terakhir adalah pilkada serentak. Tentu, dengan jeda waktu yang cukup  agar tidak menimbulkan kelelahan politik. Perlu dihindari dalam setahun menggelar dua kali pemilu.

Berita Terkait

Kopi Pagi: Awali dengan Senyuman

Kamis 02 Jan 2025, 07:59 WIB
undefined

Kopi Pagi: Membangun Kepercayaan Baru

Kamis 09 Jan 2025, 08:02 WIB
undefined

Kopi Pagi: Pileg Masa Depan

Senin 13 Jan 2025, 08:02 WIB
undefined

News Update