"Aktivitas pengasinan ikan tetap jalan, tapi yang beli pada gak mau ke sini. Kan banjir, tapi pengasinan mah tetap jalan," tuturnya.
Biasanya, pengolah ikan asin mendapatkan ikan di pelelangan di Muara Baru. Ikan cucut, ikan tongkol hingga ikan kembung, adalah jenis ikan yang diolah oleh para pengrajin menjadi ikan asin.
"Biasanya belanja 3 ton, 5 ton. Jadi yang beli biasanya datang ke sini. Ada juga yang memang pesanan," terangnya.
Rastem (51) yang juga pengolah ikan asin di sana mengaku, sejak banjir rob yang mulai intens melanda sejak November 2024, penjualan ikan asin merosot. Bahkan garam sebagai bahan dasar mengolah ikan asin juga terkikis.
"Yang jaga-jaga itu garam, kalau garam itu kan kalau ada air habis. Pernah lama-lama turun jadi tinggal karungnya doang," keluh Rastem.
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Banjir
Warga Muara Angke, Sanilah (50) sudah tiga hari ini tidak berjualan es dan makanan selama banjir rob. Ia mengaku keadaan seperti ini sudah biasa dirasakan warga Muara Angke.
"Memang ini sih paling gede. Tadi masuk air jam 8 pagi, paling tinggi se bale, ya sekitar satu meter lah," katanya.
Ibu rumah tangga tiga anak ini mengaku dirinya selalu melakukan persiapan ketika tau akan ada banjir rob persiapan diantaranya memindahkan barang yang ada di lantai satu ke lantai dua rumahnya tersebut.
Sanilah yang juga sehari-hari berjualan garam tersebut juga tidak bisa berbuat banyak, karena garam dagangannya terendam.
"Ya liat aja tuh garamnya kena air, udah gak biasa jualan. Saya garam langsung ngambil dari Pati, Jawa Tengah, dikirim ke sini," jelas Sanilah.
Hal sama juga dirasakan wanita yang sudah lanjut usia (lansia), Anira (64). Sudah tiga hari ini dirinya tidak berjualan rebusan seperti kacang dan ubi karena banjir rob.
"Kompornya juga mati karena kebanjiran, jadi udah tiga hari ini enggak jualan. Mau jualan juga susah. Saya kan biasanya jualan di pasar, sore kalau belum habis baru keliling," katanya.