Pernyataan Jerome Powell sebelumnya menyebutkan bahwa The Fed akan lebih berhati-hati di tengah solidnya ekonomi AS.
Data tenaga kerja yang melambat sedikit mengurangi kekhawatiran akan inflasi yang tinggi, meskipun CPI masih berada di sekitar 2,7 persen dan PPI naik dari 2,6 persen menjadi 3 persen.
Kondisi tersebut memperbesar kemungkinan kenaikan suku bunga 25 basis poin di Desember, namun langkah selanjutnya akan sangat bergantung pada perkembangan data ekonomi.
“Ketidakpastian ini memicu capital outflow dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan yield obligasi 10 tahun Indonesia, yang kini kembali menembus level 7persen,” ungkapnya.
Prospek IHSG Jangka Pendek dan Menengah
Dimas mengatakan, kunci utama prospek IHSG jangka pendek dan menengah terletak pada sentimen dari luar negeri, terutama kebijakan The Fed dan langkah-langkah stimulus dari China.
Pada kuartal pertama 2025 tahun depan, pasar akan menghadapi dinamika yang lebih kompleks dengan potensi kebijakan perdagangan baru dari AS.
Indeks dolar yang terus menguat juga menjadi tantangan, karena dapat meningkatkan beban ekspor.
Jika yield obligasi AS menembus level 4,7persen, investor akan meminta imbal hasil yang lebih tinggi, yang berpotensi menekan pasar negara berkembang.
Mengutip tradingeconomics.com, hasil pada obligasi pemerintah AS 10 tahun tetap di atas 4,32% pada hari Jumat kemarin.
“Sekarang kan US treasury yield di 4,3 (persen) kan, karena level 4,7 kemarin itu level criritical. Kalau dijebol 4,7 dia bahkan bisa ke 5,3. Nah itu kan di atas dari Fed Rate sendiri, mau enggak mau nanti dikhawatirkan kalau kalau tembus 4,7, itu akan apa kembali investor minta imbalas yang lebih tinggi nah itu yang dikhawatirkan,” papar Dimas.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.