Kopi Pagi: Membangun Simpati, Bukan Antipati

Kamis 05 Des 2024, 08:02 WIB
Kopi Pagi: Membangun Simpati, Bukan Antipati. (Poskota).

Kopi Pagi: Membangun Simpati, Bukan Antipati. (Poskota).

Pengantar: Pilkada serentak telah usai, pemenang kontestasi akan diumumkan oleh KPU mulai pekan ini. Merajut kembali kerukunan dengan membangun simpati, bukan antipati, menjadi kebutuhan pasca-Pilkada. Dua tema tersebut kami sajikan pada Senin dan Kamis pekan ini. (Azisoko).

“Hidup itu bukan sebatas memoles citra diri, peduli terhadap diri sendiri, juga peduli terhadap lingkungan sekitar sebagaimana amanah falsafah bangsa kita, Pancasila..”

-Harmoko-

Siapa pun pemenang pilkada serentak 2024 adalah kepada daerah untuk semua, bukan hanya bagi para pemilihnya, partai pendukungnya, relawannya, dan simpatisannya.

Seperti halnya pemenang Pilpres lalu adalah presiden bagi seluruh rakyat Indonesia, baik yang dulu memilihnya maupun tidak memilihnya, termasuk yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Selaras dengan itu, tidak ada alasan lagi pembedaan perlakuan dalam menjalankan program pembangunan pemerintah daerah mendatang. Maknanya tidak ada prioritas berdasarkan kriteria basis dukungan, lumbung suara, daerah binaan dan sebagainya.

Prioritas tetap mengacu kepada kebutuhan mendesak masyarakat, sekaligus implementasi memenuhi janji kampanye yang telah disampaikan kepada masyarakat.

Dalam asas pemerataan pembangunan daerah hendaknya tidak mengembangkan adagium lumbung suara, bukan lumbung suara. Kandang lawan atau kandang dukungan.

Dalam pembinaan politik bagi parpol, sah-sah saja, tetapi begitu menjadi pemimpin kepentingan politik harus luruh menjadi kepentingan seluruh masyarakat.

Bahkan, dengan mengarahkan program pembangunan ke kandang politik lawan, karena memang dilandasi karena kebutuhan masyarakat, berdampak kepada menggeliatnya simpati masyarakat setempat.

Yah, membangun simpati masyarakat kian dibutuhkan setelah terpilih sebagai kepala daerah.

Jika masa kampanye untuk meraih dukungan, kini, paska- pilkada, untuk membangun partisipasi publik guna mengawal kepemimpinan lima tahun ke depan.

Kebijakan kepala  daerah yang cenderung lebih menguntungkan para pendukungnya dan relawannya bukan membuahkan simpati, tetapi menimbulkan embrio antipati.

Hendaknya perbedaan pilihan politik stop sampai hari pencoblosan, tidak berlarut terbawa dalam kehidupan di kemudian hari. Begitu pun manuver dan serangan politik yang sempat terjadi selama kontestasi, tidak berkelanjutan.

Kepala daerah terpilih harus menjadi teladan sebagai pemimpin yang mengayomi, melindungi dan memajukan semua warganya tanpa kecuali, tanpa adanya perbedaan perlakukan karena histori dukungan.

Ini tidak hanya dalam pernyataan, tetapi yang lebih dibutuhkan adalah perbuat melalui kebijakan yang nantinya digulirkan.

Begitupun bagi peserta yang belum memenangkan kontestasi hendaknya terus membangun simpati dengan memperjuangkan apa yang telah menjadi visi dan misi membangun daerahnya.

Perjuangan tidak harus masuk dalam struktur pemerintahan daerah, tidak mesti menjadi kepala daerah.

Perjuangan yang tiada henti ini, sekaligus membuktikan kepada masyarakat, bahwa kehendak membangun daerahnya bukan karena semata ingin menjadi kepala daerah, tetapi tanggung jawab sebagai warga kepada daerahnya.

Membangun simpati, bukan antipati, kalau kemudian itu disebut pencitraan, sah-sah saja sepanjang dilakukan secara transparan, proporsional, apa adanya, apa yang dicitrakan sesuai dengan kenyataan. 

Tidak juga bias, tidak melebih-lebihkan untuk menutupi kekurangan, apalagi sampai memanipulasi diri sendiri.

Ingat! Pencitraan yang dikemas dengan kepalsuan, terlebih di luar batas kewajaran yang diwarnai sikap arogan, yang tak sesuai etika budaya kita, akan melahirkan popularitas semu.

Boleh jadi bukan simpati yang didapat, tetapi antipati, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Hidup itu bukan sebatas memoles citra diri, peduli terhadap diri sendiri, juga peduli terhadap lingkungan sekitar sebagaimana amanah falsafah bangsa kita,

Pancasila, yang tercermin melalui sikap bergotong royong, saling tolong menolong.

Masih banyak pekerjaan yang harus disegerakan untuk memajukan daerah. Tak hanya soal pangan dan papan, pengangguran dan kemiskinan, juga kian tergerusnya lahan pertanian yang akan berdampak kepada upaya menuju swasembada pangan.

Karena itu bagi mereka yang memiliki kemampuan lebih, termasuk mereka  yang telah ikut kontestasi membangun daerahnya melalui pilkada, hendaknya tidak berhenti pula perjuangannya membangun masyarakat.

Pendiri negeri ini telah berpesan “Lakukan kebaikan untuk orang lain, bahkan ketika mereka tidak melakukan kebaikan bagi Anda..” (Azisoko).

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.

Berita Terkait

Kopi Pagi: 'PR' Pemenang Pilkada

Senin 09 Des 2024, 08:02 WIB
undefined

Kopi Pagi: Sportif dan Kooperatif

Kamis 12 Des 2024, 08:00 WIB
undefined

Kopi Pagi: Kikis Ego Kelompok

Senin 16 Des 2024, 07:59 WIB
undefined

Kopi Pagi: Bersama Dalam Kesetaraan

Kamis 19 Des 2024, 08:01 WIB
undefined

News Update