Selain itu, tramadol juga bekerja dengan memblokir reabsorpsi serotonin dan noradrenalin, dua zat penting dalam sistem saraf pusat.
Ini membuat tramadol seolah-olah menggabungkan tiga jenis obat dalam satu jenis—opioid, antidepresan, dan penghambat nyeri.
Apakah Tramadol Efektif Sebagai Pereda Nyeri?
Tramadol mengaktifkan reseptor opioid di otak, sumsum tulang belakang, dan saraf perifer untuk menghentikan rasa sakit.
Meskipun sering disebut sebagai opioid “lemah” karena membutuhkan dosis tinggi untuk mencapai efek yang setara dengan morfin, efektivitasnya tetap tergantung pada kondisi medis tertentu seperti nyeri kronis, osteoartritis, dan fibromyalgia.
Dr Andrea Furlan menjelaskan tramadol tersedia dalam bentuk kerja pendek dan kerja panjang.
Obat kerja pendek mulai bereaksi dalam 30 menit dan bertahan hingga 4 jam, sementara bentuk kerja panjang bisa bertahan hingga 12 atau 24 jam.
Dosis maksimum harian adalah 400 mg untuk mencegah risiko serotonin syndrome, kondisi serius akibat kelebihan serotonin dalam otak.
Tramadol bisa dikombinasikan dengan parasetamol dan gabapentin, namun perlu berhati-hati. Parasetamol tidak boleh melebihi dosis harian 4.000 mg untuk menghindari kerusakan hati.
Gabapentin dapat meningkatkan risiko kantuk dan gangguan konsentrasi jika digunakan bersama tramadol.
Risiko dan Efek Samping Tramadol
Tramadol memiliki potensi risiko serius, termasuk henti napas dan kematian, terutama jika dikombinasikan dengan obat penenang atau alkohol.
Selain itu, tramadol dapat menyebabkan efek samping seperti kantuk, euforia, insomnia, serta gejala putus obat yang berbahaya.
Penggunaan Selama Kehamilan dan Menyusui
Tramadol dapat melewati plasenta dan masuk ke ASI, sehingga penggunaannya selama kehamilan atau menyusui harus sangat diperhatikan.