Terkait nasib sekolah tersebut, Camat Grogol Petamburan, Agus Sulaeman menyebut jika pihaknya sudah berkoordinasi dengan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. Pasalnya, Agus mengungkap ada sekira 70 anak kurang mampu yang besekolah di Pondok Domba tersebut.
"Nanti akan dilakukan pembinaan oleh Sudin Pendidikan. Sudin Pendidikan akan membackup (mendukung) semua yang terkait dengan siswa-siswi 70 orang itu," kata Agus.
Secerca Harapan Warga Kolong Jembatan Angke
Warga kolong jembatan Angke, Tambora, Jakarta Barat mempunyai secerca harapan untuk bisa melawan kerasnya kehidupan. Begitu yang dirasakan Mariyam (71) salah satu warga kolong jembatan Angke yang sudah puluhan tahun tinggal di sana.
Mariyam tinggal di rumah petak seluas kurang lebih 5×5 meter dengan pondasi kayu bersama keluarganya sekitar sembilan orang. "Kalau ada tempat tinggal yang layak, kami juga mau pindah," kata Mariyam kepada poskota di lokasi, Jumat 9 November 2024.
Setiap harinya Mariyam dan keluarga harus menunduk untuk menjangaku rumahnya. Sebab rumah mereka berada persis dibawah kolong jembatan. Warga harus melewati tembok yang sudah terdapat lubang kecil untuk masuk ke kawasan permukiman.
Tak sampai disitu, ketika melewati tembok, warga harus menunduk untuk bisa menuju rumah mereka. "Ya paling sakit pinggang aja sih, kalau mau ke WC aja kan harus nunduk, ya mau ke mana-mana, bolak-balik harus nunduk. Memang tempat begini," cetusnya.
Wanita yang sudah terlihat rapuh ini menyebut jika sebelumnya pernah ditawarkan pemerintah tinggal di Rusun kawasan Kapuk, Cengkareng. Namun cuma tiga bulan tinggal di Rusun, mayoritas warga kolong jembatan Angke tersebut memilih kembali ke lokasi tempat mereka asal.
Dikatakan, warga sempat tinggal di Rusun selama tiga bulan karena gratis. Sejak dikenakan retribusi atau sewa, warga keberatan dan memilih kembali.
"Tinggal di Rusun sana juga susah mau nyari duitnya, warga sini udah biasa nyari duit di sini, pas di rusun itu kita mau jualan aja susah, jadi gak ada pemasukan," katanya.
Di sini, lanjut Mariyam, mayoritas warga pekerja serabutan. "Walaupun penghasilan gak seberapa yang penting cukup buat kebutuhan sehari-hari buat makan," tuturnya.
Hal yang sama dikatakab Kincir, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pengamen ini juga pernah tinggal di Rusun kawasan Kapuk, namun kembali pindah. Alasannya sama, di Rusun pria berambut sedikit gondrong itu tidak bisa survive untuk mencari nafkah. "Ya dulu sempat tiga bulan di Rusun, setelah itu kan bayar, kita gak mampu bayar akhirnya balik lagi ke sini," ucap Kincir.
Mariyam dan Kincir mengaku tak masalah jika harus kembali ke Rusun, hanya saja perlu dipertimbangkan untuk biaya sewa dan bagaimana agar warga bisa menghasilkan uang. "Untuk nyari uang itu sulit, karena warga sini udah biasa nyari serabutan. Sementara di Rusun itu dulu susah, makanya kebanyakan pada pindah lagi ke sini," celetuk Kincir.