Praktisi Kesehatan Masyarakat, dr Ngabila mengatakan remaja yang terlibat dalam tawuran sering kali menunjukkan tanda-tanda permasalahan psikologis, sosial, dan emosional. Diantaranya membutuhkan pengakuan atau identitas dalam mencari jati diri.
"ReMaja pada fase ini cenderung mencari identitas diri. Bergabung dalam kelompok yang sering tawuran bisa memberi mereka rasa memiliki dan pengakuan dari teman sebaya," tuturnya.
Kemudian pengakuan dari kelompol tertentu juga menjadi faktor mendorong pelaku tawuran untuk beraksi. Lalu emosi yang tidak terkelola dengan baik juga menjadi salah satu faktor.
"Lalu perasaan rendah diri, perasaan tidak berharga dapat membuat mereka mengekspresikan dirinya melalui perilaku kekerasan untuk menutupi rasa tidak percaya diri," ungkap Ngabila.
Lalu pengaruh lingkungan juga menjadi faktor yang sangat kuat dalam mempengaruhi pelaku tawuran untuk melakukan aksinya.
"Kurangnya pengawasan orang tua atau konflik dalam keluarga dapat membuat remaja mencari pelampiasan di luar rumah," kata dia.
"Lalu lingkungan sosial. Tinggal di lingkungan yang rawan kekerasan atau memiliki tradisi tawuran dapat memengaruhi pola pikir remaja," sambung Ngabila.
Ngabila menambahkan, media sosial juga menjadi pengaruh aksi tawuran antar kelompok masih kerap terjadi di masyarakat.
"Media sosial atau tontonan yang mempromosikan kekerasan dapat membentuk pandangan bahwa kekerasan adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah atau menunjukkan kekuatan," katanya.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.