POSKOTA.CO.ID - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Khoirudin buka suara soal wacana pedagang kantin di sekolah yang dikenakan pajak atau biaya retribusi.
Khoirudin menolak wacana yang diusulkan Komisi C DPRD DKI Jakarta soal pedagang kantin yang bakal dikenakan retribusi tersebut.
"Ya DPRD tidak menyetujui. Saya selaku ketua dewan ya walaupun kita belum bahas, secara kelembagaan belum bahas, tapi secara anggota dewan saya kurang setuju wacana yang disampaikan oleh pak Sutikno dari fraksi PKB," kata Khoirudin saat ditemui di DPRD DKI Jakarta, Senin, 25 November 2024.
Khoirudin sebetulnya mengapresiasi inisiasi yang dilontarkan Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno soal pedagang kantin di sekolah yang dikenakan retribusi.
Hanya saja, politisi dari fraksi PKS ini tidak sepakat soal wacana tersebut. Sebab ia menilai wacana tersebut justru malah membebani rakyat kecil.
"Pada hakikatnya seluruh pajak itu membenani rakyat, seluruh retribusi itu membebani rakyat. Ya negara yang sejahtera negara yang menghilangkan pajak, tapi kan gak mungkin juga," kata dia.
Namun pemerintah bisa saja mendapatkan pendapatan dari sektor lain, bukan malah mau mendapatkan pendapatan yang justru malah dinilai akan membebani pedagang yang mayoritas masyarakat kecil.
"Pemerintah kan bisa mendapatkan pendatapan dari sisi yang lain, dari kebijakan, dari aset daerah, dari bisnis, tetap pemerintah punya otoritas pembuat aturan. Bikin aja aturan menang dalam bisnis, menang dalam segala macam, itu bisa. Jangan pajaknya dinaikkan atau bikin pajak baru, masyarakat ini sudah susah hidupnya," ucapnya.
Di sisi lain, Khoirudin berujar jika wacana penarikan retribusi kepada pedagang kantin di sekolah juga dinilai kurang tepat jika dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Gak tepat waktunya, dan memang sensitif masalah ini. Ya saya hargai pendapatnya pak Sutikno, mungkin dalam perspektif penambahan PAD gitu ya, tapi memang disisi lain ini menjadi beban rakyat," tuturnya.
Menurut Khoirudin, pemerintah bisa mendapatkan pendapatan dengan memanfaatkan aset milik daerah yang mencapai Rp700 triliun.