Lagi ramai diberitakan Bawaslu DKI Jakarta menelusuri dugaan pelanggaran netralitas pengurus RT, RW dan Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) karena mendukung salah satu paslon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta.
Bahkan, seperti diberitakan, Bawaslu sedang menyiapkan rekomendasi sanksi bagi
pengurus RT, RW yang diduga melanggar netralitas dan terlibat politik praktis dalam pilkada.
Dugaan tersebut menyusul beredarnya surat pernyataan dukungan kepada salah satu paslon yang ditandatangani sejumlah ketua RT dan RW, anggota LMK dan tokoh masyarakat, di Jakarta Utara.
“Wah, menarik pengurus RT menyatakan dukungan kepada salah satu paslon,” kata mas Bro mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, bung Heri dan bang Yudi.
“Kok menarik. Pernyataan dukungan hal biasa jelang pilkada,” kata Heri.
“Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, karena menyangkut diri kalian yang sekarang menjadi pengurus RT, RW, paling tidak mantan pengurus dan tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggal kalian sekarang,” kata mas Bro.
“Ah.. mencari – cari alasan saja. Meski pengurus RT, RW, tetapi beda jauh lokasi. Ok. Terus alasan kedua, bagaimana?,” kata Yudi.
“Menarik, jika benar, pengurus RT, RW menyatakan dukungan dengan surat pernyataan. Ini gambaran aspirasi masyarakat, setidaknya di lingkungan RT , RW dimaksud,” kata mas Bro.
“Iya juga, memberi dukungan adalah hak asasi seseorang. Begitu pun pengurus RT, hanya saja biasanya tidak dilakukan secara terbuka,” kata Heri.
“Alasan ketiga, karena para pengurus RT dan RW yang tidak netral akan diberikan sanksi. Menjadi menarik, kira – kira sanksinya seperti apa, mengingat pengurus RT dan RW bukanlah ASN dalam struktur pemerintahan daerah,” kata mas Bro.
“Iya juga, struktur terbawah adalah lurah atau kepala desa dan pejabat di bawahnya, tetapi bukan pengurus RT dan RW,” kata Yudi.