Mantan Panitera PN Jaktim Mulai Diadili, Diduga Terima Uang Rp1 miliar

Kamis 21 Nov 2024, 15:53 WIB
Suasana persidangan kasus dugaan suap dengan terdakwa Rina Pertiwi, mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2024. (Poskota/R. Sormin)

Suasana persidangan kasus dugaan suap dengan terdakwa Rina Pertiwi, mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2024. (Poskota/R. Sormin)

POSKOTA.CO.ID - Kasus dugaan suap yang menjerat Rina Pertiwi, mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, mulai diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2024.

Menurut jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta, uang suap diterima terdakwa dari Ali Sofyan untuk mempercepat eksekusi lahan PT Pertamina di Jalan Pemuda, Pulogadung, Jakarta Timur atas putusan perkara Peninjauan Kembali No 795/PK/Pdt/2019.

Awalnya, dalam dakwaan penuntut umum, lahan tersebut dipersoalkan ahli waris yang kemudian mengajukan gugatan ke PN Jakarta Timur melawan PT Pertamina. Saat Peninjauan Kembali (PK), gugatan diputus dengan menghukum PT Pertamina untuk membayar ganti rugi Rp244,604 miliar.

Lalu Ali Sofyan meminta Johanes dan Sareh Wiyono untuk mengurus eksekusi hasil putusan PK itu. Setelah terjadi pertemuan dengan Johanes dan Sareh Wiyono, Ali menghubungi terdakwa Rina dan bersedia membantu yang selanjutnya memasukan surat permohonan eksekusi melalui PTSP.

"Sedangkan Sareh Wiyono telah menghubungi terdakwa, yang saat itu menjabat sebagai panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur," kata penuntut umum.

Setelah surat permohonan eksekusi masuk ke meja ketua PN Jaktim, kemudian didisposisi ke terdakwa selaku Panitera PN Jakarta Timur.

Dalam proses eksekusi itu, penuntut umum menyebut total yang diduga diterima terdakwa dari Ali Sofyan melalui perantara yakni Dede Rahmana sekitar Rp1 miliar.

Atas perbuatannya, terdakwa Rina Pertiwi dijerat pidana dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pada kesempatan itu, tim penasehat hukum terdakwa menyampaikan permohonan pengalihan status penahanan terdakwa kepada majelis hakim. Menurut tim penasehat hukum terdakwa, permohonan itu diajukan sehubungan faktor kesehatan kliennya. "Kita akan pertimbangkan ya," terang Eko Aryanto selaku ketua majelis hakim.

Atas dakwaan penuntut umum tersebut, tim penasehat hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi. "Kita ikuti saja prosesnya sesuai prosedur, selanjutnya akan kita sampaikan saja di pledoi," kata Kuswara S Tariono.

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.

News Update