Obrolan Warteg: Cegah Politisasi Bansos

Kamis 14 Nov 2024, 07:02 WIB
Obrolan Warteg: Cegah Politisasi Bansos. (Poskota/ Yudhi Himawan)

Obrolan Warteg: Cegah Politisasi Bansos. (Poskota/ Yudhi Himawan)

Bantuan sosial (bansos) yang digulirkan jelang atau bertepatan dengan pelaksanaan pemilu, baik pemilihan legislatif, pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah, sering dikritisi.

Alasannya, bansos dimaksud  bisa dijadikan alat kampanye oleh petahana atau kandidat tertentu untuk mendulang dukungan masyarakat.

“Artinya tidak semua bansos dijadikan alat kampanye, gitu?,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.

“Memang sih tidak semuanya bansos dijadikan alat politik meraih dukungan demi kemenangan, tetapi dalam banyak kasus mengindikasikan adanya politisasi bansos oleh pihak tertentu,” kata Yudi.

“Apa pun alasannya menutup rapat-rapat peluang terjadinya penyalahgunaan n akan lebih baik, ketimbang membuka peluang, sekalipun peluangnya sangat kecil. Begitu juga bansos yang diberikan jelang pilkada,” kata mas Bro.

“Setuju menutup peluang, tetapi jangan lantas bansosnya ditiadakan. Bansos apapun alasannya tetapi dibutuhkan, lebih-lebih di saat daya beli menurun atau ada fluktuasi harga,” kata Heri.

“Bansosnya tidak dihapus, hanya saja pembagian bansos diundur setelah selesainya hajatan pilkada. Tujuannya tadi, guna menghindari politisasi bansos.Menggunakan banos sebagai alat kampanye,” jelas mas Bro.

“Sebenarnya dapat diduga siapa-siapa yang memiliki peluang memanfaatkan  bansos untuk kepentingan politik. Bansos itu program pemerintah bukan hanya menjelang pilkada, tetapi rutin digulirkan. Makanya, sering disebut petahana diuntungkan,” kata Yudi.

“Padahal tidak semua petahana memanfaatkan bansos sebagai alat kampanye. Repot dong kalau mencuat persepsi negatif,” kata Heri.

“Itulah menunda pencairan bansos jelang pilkada lebih baik. Selain mencegah politisasi, juga menumbuhkan persaingan yang sehat dan mendidik dalam pilkada,” kata mas Bro.

“Kalau muncul bansos ilegal gimana, misalnya dibagikan kelompok tertentu atau kandidat tertentu sebagai aksi sosial karena terjadi bencana,”tanya Heri.

“Nah, itu yang harus diawasi. Sebab, tidak menutup kemungkinan bantuan sembako atau bantuan sosial lainnya diberikan dengan mengatasnamakan aksi peduli sosial akibat bencana seperti longsor, banjir dan lainnya,” jelas mas Bro.

“Loh kalau orang ngasih bantuan kepada keluarga korban bencana itu baik, apa mesti dilarang,” tanya Yudi.

“Aksi peduli sosial justru harus dibangun dalam kehidupan sosial.Yang dilarang, kampanye simpatik dengan bagi-bagi bansos,” urai mas Bro.

“Sulit juga membedakan karena bedanya tipis-tipis., apalagi bansos itu diberikan dengan niat tulus berbagi, aksi peduli, tanpa ada gambar pasangan calon, tanpa embel-embel untuk memilih calon tertentu. Tetapi masyarakat akan tahu tahu siapa orang yang peduli tersebut,” kata Heri.

“Kalau itu yang terjadi, ya itulah rezeki orang yang peduli dan baik hati. Niat tulus berbagi tanpa embel – embel, bisa menjadi filter polarisasi bansos,” kata mas Bro. (Joko Lestari).

Dapatkan update berita terbaru dan breaking news setiap hari dari Poskota. Ikuti saluran WhatsApp Poskota serta Google News Poskota

Berita Terkait

Obrolan Warteg: Saling Salip 

Selasa 19 Nov 2024, 07:03 WIB
undefined

News Update