“Enak ya menjadi pejabat negara. Selama menjabat mendapatkan beragam fasilitas, usai menanggalkan jabatan, masih juga mendapatkan sejumlah fasilitas,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Nggak usah meri ( iri, red). Jika ingin hidup seperti mereka, ya berusaha agar dipilih menjadi pejabat negara. Jika tidak bisa, nikmati saja yang ada,” kata Yudi.
“Nggak meri sih. Cuma saya mau bilang menjadi pejabat negara itu enak, bergengsi dan mendapat fasilitas purna tugas. Seperti menteri negara mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan beserta istri/suami seumur hidup,” kata Heri.
“Loh pegawai negeri alias Aparatur Sipil Negara (ASN) saja mendapatkan uang pensiun seumur hidup, apalagi bosnya ASN. Bahwa pejabat negara fasilitasnya lebih bagus karena tugas dan tanggung jawabnya lebih berat,” kata Yudi.
“Namanya pejabat negara ya begitu. Mereka adalah tokoh bangsa yang telah menjalankan tugas mulia demi kemajuan bangsa dan negara, untuk menyejahterakan rakyatnya,” kata mas Bro.
Penghargaan atas pengabdian tersebut, di antaranya negara memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan purna tugas menteri negara seperti tertuang dalam Peraturan Presiden yang diterbitkan dan berlaku sejak Selasa, 15 Oktober 2024.
Pemeliharaan kesehatan itu dalam bentuk pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan/atau paliatif sesuai indikasi medis.
Bagi menteri atau sekretaris kabinet yang ketika selesai melaksanakan tugas berusia 60 tahun atau lebih, kepadanya beserta istri/suami diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan selama seumur hidup.
“Ini yang saya bilang enak, fasilitas pemeliharaan kesehatan menyeluruh..,”kata Heri.
“Sebenarnya enak, nggak enak sih,” kata mas Bro.
“Loh kok bisa begitu,” kata Heri.
“Enak bagi menteri yang jujur dan berprestasi. Tapi bagi menteri yang tidak jujur, tersangkut perkara pidana, apalagi korupsi, sangat tidak enak karena jaminan pemeliharaan kesehatan purna tugas tidak akan diberikan oleh negara,” kata mas Bro. “Belum lagi sudah masuk bui, dicaci dan dimaki karena korupsi.”
“Enak menurut kita yang memandang, bagi pejabat yang bersangkutan, boleh jadi tidak enak karena acap mendapat tekanan dan godaan,” kata Yudi.
“Tapi mengapa banyak orang berebut jabatan ya..” kata Heri.
“Karena ingin mengabdi. Memajukan bangsa dan negara serta daerahnya. Menyejahterakan rakyatnya. Itu kata mereka, para kandidat calon pemimpin bangsa,” kata mas Bro.
“Oh... begitu ya...” ujar Heri. (Joko Lestari).
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.