Jumlah kafein per porsi dalam teh itu berkisar 65-130 miligram, dibandingkan dengan 30-300 miligram kafein dalam secangkir kopi yang diseduh.
Selama empat minggu, tikus-tikus dalam penelitian itu memakan makanan yang mengandung 40 persen lemak, 45 persen karbohidrat, dan 15 persen protein.
Mereka juga mencerna salah satu bentuk kafein dalam jumlah yang setara dengan manusia minum empat cangkir kopi sehari.
Pada akhir periode empat minggu, persentase massa tubuh tanpa lemak dalam berbagai kelompok tikus 'berbeda secara signifikan'.
Tikus yang mengonsumsi kafein dari teh, kopi, atau sumber sintetis menghasilkan lebih sedikit lemak tubuh daripada tikus dalam kelompok lain.
"Mempertimbangkan temuan, teh dan kafein dapat dianggap sebagai agen anti-obesitas," kata rekan penulis studi dan direktur divisi ilmu gizi di University of Illinois, Elvira Gonzalez de Mejia.
Hasil penelitian ini, kata dia, dapat ditingkatkan ke manusia untuk memahami peran teh dan kafein sebagai strategi potensial untuk mencegah kelebihan berat badan dan obesitas.
Peran teh dan kafein ini juga dapat mencegah gangguan metabolisme selanjutnya yang terkait kondisi ini.
"Konsumsi kafein dari teh mate atau dari sumber lain mengurangi dampak negatif dari diet tinggi lemak, sukrosa tinggi pada komposisi tubuh karena modulasi enzim lipogenik tertentu di jaringan adiposa dan hati,” katanya.
Meski demikian konsumsi kopi perlu dikontrol agar tidak berlebihan. Bisa juga dikonsultasikan kepada ahli gizi untuk memastikan asupan kafein tetap aman. (*)
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.