Dan dijawab saksi, "Kontribusinya, jadi produksi naik kemudian di situ juga dikontribusi oleh kenaikan utang yang mulia".
"Kenapa utang, karena pada saat produksi, kan di rencana produksi katakanlah mungkin 30.000. Ternyata produksinya naik sampai 2 kali lipat. Jadi untuk proses pembayaran butuh biaya tambahan yaitu biaya operasional," ungkap saksi.
Lalu, tambah saksi, biaya operasional jika tidak dipenuhi dari kas internal berarti pihaknya harus tarik fasilitas bank.
"Karena PT Timah dapat fasilitas untuk hutang jangka pendek untuk operasional.
"Berarti ada pembiayaan diperoleh dari bank," tanya majelis hakim dan dijawab, "Ya".
Saksi juga membeberkan bahwa tiap tahun PT Timah dapat fasilitas dari bank. "Hanya di tahun 2019?" tanya majelis hakim, dan dijawab saksi, "Setiap tahun ada sebetulnya yang mulia, cuma pada saat itu naik yang mulia".
"Begitu kita menarik uang dari bank, begitu ada penjualan kita lunasi," pungkasnya.
Sebelumnya, penuntut umum dari Kejaksaan Agung mendakwa para terdakwa karena mengakomodir kegiatan penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015–2022 yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun.
Atas perbuatannya, Aon cs didakwa melanggar dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.