Setahun setelah pindah ke Pemalang pada 1936, dia pindah ke Surabaya hingga akhirnya meninggal dunia.
Meski adegan tersebut termasuk dalam adegan fiksi, namun keluarga menilai, tak seharusnya sejarah WR Soepratman dipelintir.
4. Film WAGE seolah ingin menggambarkan WR Soepratman dekat dengan kelompok Islam lewat adegan filosofi ‘huruf alif’ saat menulis lagu Indonesia Raya.
Dalam film tersebut ada narasi berbunyi: “Perhatikan biolamu itu Wage. Penggeseknya lurus seperti huruf alif. Apakah kau sudah lupa hakikat alif? Membuat lagu untuk bangsa ini, apakah jalan benar dan lurus seperti huruf Alif?”
Padahal fakta sesungguhnya, inspirasi WR Soepratman dalam menciptakan lagu kebangsaan datang setelah dia membaca artikel sayembara di majalah Timboel pada 1926.
Sehingga anggapan kalau Wagedekat dengan kelompok agama Islam adalah salah.
“WR Soepratman justru dekat dengan tokoh nasionalis, semisal Soetomo yang akhirnya meminta WR Soepratman membuat lagu untuk partainya, Mars Parindra,” terang Budy Harry.
5. Terakhir, notasi lagu Matahari Terbit dalam film WAGE bukan notasi asli yang dibuat WR Soepratman melainkan karya M. Subchi Azal Tsani.
Lagu asli dengan lirik tiga stanza dan notasi asli dipublikasikan dalam buku Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan WR Soepratman Penciptanya.
Budy Harry mengkritik dengan menggunakan notasi palsu dengan lirik satu stanza menunjukkan tim produksi kurang melakukan riset sehingga terkesan tidak menghargai karya asli WR Soepratman.
Budy menilai, pembuat film WAGE tidak berusaha mencari data valid tentang keluarga WR Soepratman sehingga terdapat banyak penyimpangan sejarah.
“Karena itu, kami keluarga besar WR Soepratman dengan suara bulat untuk menghentikan peredaran atau penayangan film WAGE,” tegasnya.