POSKOTA.CO.ID – Salah satu penyebab adanya rapor merah Jokowi di akhir masa jabatannya adalah adanya regulasi bermasalah terkait kebebasan berpendapat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri akan lengser pada 20 Oktober 2024 setelah memimpin Indonesia selama dua periode.
Melansir akun YouTube Remotivi, bertajuk Rapor Merah Jokowi 10 Tahun Memimpin Indonesia, hal yang terlihat menonjol dalam periode kedua ini berkaitan dengan turunnya Indeks Demokrasi Indonesia.
Data Indeks Demokrasi Indonesia
Dalam penilaiannya, di periode pertama Presiden Jokowi mendapatkan rapor merah dalam hal demokrasi kata beberapa peneliti politik.
“Nilainya bukan cuman jelek tapi rekor terjelek setelah hampir 20 tahun lalu,” ungkap akun tersebut pada video yang dirilis pada Rabu, 25 September 2024.
Video tersebut juga melansir data dari Freedom House, yang menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin pada 2019 menjadi 53 poin pada 2023.
Data lain datang dari Reporters Without Borders, yang menunjukkan skor kebebasan pers di Indonesia turun dari 63,23 poin pada 2019, menjadi 54,83 poin pada 2023.
Karenanya, dalam periode kedua ini diketahui ada beberapa regulasi yang dirancang untuk membungkam orang-orang kritis di era Jokowi.
Regulasi Bermasalah yang Masih Diproses
Di Indonesia terdapat tiga instrumen terkait ini yang sudah jadi produk hukum. Yakni Undang-Undang ITE, Perpres Nomor 32 tahun 2024, dan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 172 Tahun 2024.
Selain ketiga instrument tersebut, ada pula regulasi yang masih diproses dan belum menjadi undang-undang tapi sudah mengundang permasalahan.
RUU Penyiaran
Yang pertama adalah RUU penyiaran. Dalam regulasi ini, KPI Diberi wewenang yang luas. Karena tidak hanya mengatur TV, tapi juga bisa ngatur konten platform digital.
Bahkan karena adanya peraturan ini, KPI juga berwenang memberi label untuk konten yang layak dan tidak di platform digital.
“Masalahnya, KPI yang nggak layak punya wewenang ini. Belum lagi yang sempat ramai dikritik yaitu larangan produk jurnalisme investigatif ini sih udah enggak masuk Haikal ya udah di luar Nurul,” katanya.
Mereka beranggapan bahwa urusan jurnalistik ini cukup diatur oleh Dewan Pers, dan dianggap tidak sesuai jika diatur juga oleh KPI.
Selain itu, RUU penyiaran ini juga dianggap mengandung pasal-pasal yang tidak jelas parameternya dan juga diskriminatif. “Misalnya nih ada pelarangan konten yang mengandung perilaku negatif,” terangnya.
RUU Polri
Jika aturan ini benar-benar disahkan, nantinya Polisi bisa punya wewenang untuk memblokir, memutus, juga ambat akses internet.
Polisi juga nanti diberi wewenang untuk membina, mengawasi, dan mengamankan ruang siber. “Ini bau-baunya sih bakal jadi landasan pengawasan yang eksesif ya guys,” terangnya.
Biasanya, perdebatan mengenai aturan di ruang digital itu memaksa masyarakat untuk milih antara melindungi hak atau menjamin keamanan.
Namun jika melihat pengaturan ruang digital di Indonesia, dua-duanya tidak sipilih oleh pemerintah. “Udah mah hak kebebasan berpendapat terancam, keamanan juga kagak terjamin,” tandasnya.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.