Yang pertama adalah RUU penyiaran. Dalam regulasi ini, KPI Diberi wewenang yang luas. Karena tidak hanya mengatur TV, tapi juga bisa ngatur konten platform digital.
Bahkan karena adanya peraturan ini, KPI juga berwenang memberi label untuk konten yang layak dan tidak di platform digital.
“Masalahnya, KPI yang nggak layak punya wewenang ini. Belum lagi yang sempat ramai dikritik yaitu larangan produk jurnalisme investigatif ini sih udah enggak masuk Haikal ya udah di luar Nurul,” katanya.
Mereka beranggapan bahwa urusan jurnalistik ini cukup diatur oleh Dewan Pers, dan dianggap tidak sesuai jika diatur juga oleh KPI.
Selain itu, RUU penyiaran ini juga dianggap mengandung pasal-pasal yang tidak jelas parameternya dan juga diskriminatif. “Misalnya nih ada pelarangan konten yang mengandung perilaku negatif,” terangnya.
RUU Polri
Jika aturan ini benar-benar disahkan, nantinya Polisi bisa punya wewenang untuk memblokir, memutus, juga ambat akses internet.
Polisi juga nanti diberi wewenang untuk membina, mengawasi, dan mengamankan ruang siber. “Ini bau-baunya sih bakal jadi landasan pengawasan yang eksesif ya guys,” terangnya.
Biasanya, perdebatan mengenai aturan di ruang digital itu memaksa masyarakat untuk milih antara melindungi hak atau menjamin keamanan.
Namun jika melihat pengaturan ruang digital di Indonesia, dua-duanya tidak sipilih oleh pemerintah. “Udah mah hak kebebasan berpendapat terancam, keamanan juga kagak terjamin,” tandasnya.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.