Undang-Undang Dasar (UUD) menyebutkan bahwa negara harus memberikan kepastian hukum, dan dalam pelaksanaannya, advokat memiliki peran yang krusial. Dalam Hukum Tata Negara (HTN), advokat merupakan pihak yang dapat memastikan bahwa Access to Justice terlaksana.
“Bayangkan jika tidak ada advokat, bagaimana keadilan dapat dicapai? Satu-satunya profesi yang dapat memastikan Access to Justice adalah advokat. Perbedaan utama advokat adalah kebebasan dan kemandiriannya, karena tanpa kemandirian, advokat tidak mungkin dapat menegakkan Access to Justice,” kata Otto.
Otto menambahkan tantangan baru muncul ketika advokat mulai matang dan prinsip-prinsip seperti Access to Justice sering kali mulai ditinggalkan, terutama dalam konteks kapitalisme. Untuk mengatasi hal ini, dibentuklah Perhimpunan Bantuan Hukum (PBH), yang kini memiliki hampir 163 cabang di seluruh Indonesia. PBH diharapkan menjadi tonggak untuk membentuk jiwa yang kuat dalam penegakan Access to Justice.
Putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa seorang tersangka tidak boleh tanpa didampingi advokat. Oleh karena itu, wajib bagi tersangka untuk diberitahukan hak-haknya. Masih banyak putusan MA yang mengadili tersangka tanpa didampingi kuasa hukum, yang jelas merupakan kesalahan.
"Kami berharap kedepannya tidak akan ada lagi kasus seperti ini. Ini merupakan salah satu bentuk komitmen kami untuk memastikan bahwa Access to Justice benar-benar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Otto.
Pembina Justitia Training Center, Prof. Hikmahanto Juwana, dalam diskusi panel mengatakan Access to Justice adalah inti dari profesi advokat. Tanpa adanya advokat, hanya ada polisi yang melakukan penyidikan, jaksa yang menuntut, dan hakim yang memutuskan.
“Kita tidak bisa mendengar apa yang menjadi concern dan kesakitan terdakwa. Kita pernah mengalami hal tersebut pada masa Orde Baru, dimana advokat seolah hanya simbolis dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan,” ujarnya.
Dia menambahkan pentingnya peran seorang advokat juga mempengaruhi mindset dari para lulusan hukum. Inilah fungsi dari Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Advokat kini dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan khusus, seperti dalam bidang kurator kepailitan, dan spesialisasi lainnya.
“Kompetensi yang baik sangat penting karena tanpa itu, advokat tidak bisa memberikan Access to Justice dengan baik. Jika tidak memiliki kompetensi yang memadai, advokat akan dianggap tidak efektif dalam menjalankan perannya,” tutup Hikmahanto.
Sedangkan Anggota Komisi III DPR RI, Hinca I.P. Pandjaitan XIII dalam paparannya mengatakan perlunya melihat dari hulu ke hilir proses menegakkan keadilan. “Access to justice, saya sepakat hukum harus ditegakkan. Rasa keadilan tidak boleh menemui jalan buntu, harus menyentuh garis finish. Bicara access to justice, adalah proses dari hulu ke hilir yang tidak pernah bisa berhenti. Ada komisi III DPR untuk mencapai akses keadilan ini,” ucapnya.
Hinca menambahkan, pihaknya ingin melihat Bupati, Gubernur mengampanyekan keadilan. Harus ada yang memperjuangkan rasa keadilan. “Access to justice belum ada, kita minta KPU agar seluruh calon pemerintah daerah memasukkan visi misi Access to Justice ini.” (Ril)
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.