Dalam wawancara dengan Bloomberg, Hendrickson mengatakan terdapat bukti tingginya suhu berpengaruh pada masalah perilaku dan kemampuan belajar anak di ruang kelas.
Daerah-daerah yang beriklim sedang seperti Seattle dan Reno sebelumnya tidak pernah memerlukan pendingin ruangan.
Kini keberadaan pendingin ruangan di dalam kelas berpengaruh pada siswa dan siswi.
"Di wilayah Barat, asap menjadi bahaya besar di musim seperti ini, biasanya kami mengalami musim panas yang panas dan kering, dan kebakaran sering kali terjadi di akhir musim panas atau awal musim gugur," lanjutnya.
Hendrickson menyebut polutan utama dari asap adalah polusi partikulat. Menurut dia, partikulat ini sering kali terikat pada logam berat dan bahan kimia beracun yang sangat buruk pada paru-paru dan organ tubuh anak-anak lainnya.
Hendrickson mengatakan, semakin banyak anak-anak yang harus menjalani perawatan di rumah sakit ketika terjadi kebakaran hutan yang menimbulkan asap.
"Namun seiring berjalannya waktu hal itu juga mempengaruhi anak-anak sebab paru-paru dan otak mereka masih tumbuh dan berkembang.
Kami tahu anak-anak yang dibesarkan di daerah yang sangat tercemar dengan polusi partikel yang tinggi cenderung memiliki paru-paru yang lebih kaku dan kerdil," jelasnya.
Hendrickson menuturkan, partikel-partikel ini tidak berhenti di paru-paru anak.
Tapi juga menyerang aliran darah dan mempengaruhi setiap organ di dalam tubuh.
Ditambahkannya, Fisiologi anak-anak sangat berbeda dengan orang dewasa, karena tidak bisa menetapkan berapa banyak cairan yang mereka butuhkan dengan cara yang sama dengan orang dewasa.
Selain itu, lanjut Hendrickson, anak-anak juga bergantung pada orang dewasa untuk memberitahu mereka cuaca terlalu panas atau saat mereka menunjukkan tanda-tanda sakit akibat panas.