Hari yang ditunggu-tunggu warga Jakarta sudah terjawab. Tiga pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta sudah resmi mendaftarkan diri kepada KPU Jakarta.
Kedua pasangan diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, yaitu Ridwan Kamil-Suswono yang diusung KIM Plus, dan Pramono Anung-Rano Karno diusung oleh PDIP. Sedangkan satu pasangan lainnya adalah calon independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
“Berarti sudah final ya, ada tiga pasangan yang berlaga pada pilkada Jakarta,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Sepertinya begitu. Anies Baswedan yang sejak awal digadang-gadang bakal maju pilkada, akhirnya tidak ikut berlaga karena tak ada parpol yang mengusungnya,” kata Yudi.
“Yang menarik semua parpol mengusung kader internalnya. Ridwan Kamil adalah kader dan petinggi partai Golkar, sedangkan Suswono merupakan kader senior PKS,” kata mas Bro.
“Betul juga. PDIP juga mengusung kader seniornya, Pramono Anung dan Rano Karno, ketimbang tokoh dari luar, meski tokoh tersebut memiliki elektabilitas tinggi dalam bursa pilkada,” tambah Heri.
“Berarti elektabilitas tinggi belum menjamin akan dicalonkan ya?,” tanya Yudi.
“Jika bukan keder internal. Kalau dia merupakan kader internal tentu akan menjadi pertimbangan utama untuk dicalonkan. Pada pilpres lalu bisa menjadi rujukan ,” kata mas Bro.
“Iya juga kalau ada kader internal lebih baik, bagus dan berpeluang memenangkan kontestasi, mengapa harus mengambil dari luar,” kata Yudi.
“Ibarat sebuah keluarga yang menyiapkan generasi berikutnya, pemegang tahta keluarga,” tambah mas Bro.
“Tetapi dalam menyiapkan calon pemimpin bangsa harus mempertimbangkan banyak faktor. Tak melulu soal kepentingan internal dan eksternal,” ujar Heri.
“Dalam soal visi dan misi memang untuk kepentingan banyak pihak, bukan sepihak. Namun, ujung dari strategi politik adalah meraih kekuasaan untuk menjalankan visi dan misinya,” jelas mas Bro.
“Tanpa kekuasaan jangan harap dapat mewujudkan tujuan politik yang begitu mulai, memajukan bangsa dan negara serta mensejahterakan rakyatnya,” kata Heri.
“Yang penting, setelah meraih kekuasaan jangan lantas arogan, menggunakannya secara sewenang-wenang. Jika itu yang dijalankan, bukan kemuliaan, tetapi penderitaan,” kata mas Bro. (Joko Lestari)