Korban Kekerasan Aparat di Jabar Saat Demonstrasi Capai Ratusan, 88 Luka, 1 Buta

Sabtu 24 Agu 2024, 16:45 WIB
Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat menggelar konferensi pers menyikapi aksi peringatan darurat, di Bandung, Sabtu, 24 Agustus 2024. (Poskota/Febrian Hafizh Muchtamar)

Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat menggelar konferensi pers menyikapi aksi peringatan darurat, di Bandung, Sabtu, 24 Agustus 2024. (Poskota/Febrian Hafizh Muchtamar)

Alza berusaha mempertahankan alat kerjanya itu, tapi karena merasa terancam ia pun terpaksa menghapus hasil dokumentasinya. Id pers milik Alza juga dirampas, bahkan kepala bagian belakangnya dipukul memakai bambu.

Padahal, Alza mencirikan diri dengan memakai pakaian khusus kantor Pikiran Rakyat, menunjukkan id pers dan menegaskan secara langsung bahwa dirinya adalah jurnalis. Namun, orang-orang tak dikenal itu tak menghiraukannya.

Di hari yang sama, pelarangan pengambilan gambar dan intimidasi verbal juga diakui setidaknya oleh 5 jurnalis dari media yang berbeda. Mereka mengakui sempat mendengar nada ancaman penangkapan terhadap mereka. Intimidasi juga dialami jurnalis Majalaya.id ketika tengah live streaming.

Pers Mahasiswa Diteriaki Kata tak Senonoh

Sejumlah anggota dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) pun mengalami hal serupa. Tercatat, ada 5 kasus kekerasan jurnalis kampus yakni dialami anggota Isola POS UPI, Lokatara Tel-U, Jurnalpos UIN, Keluarga Mahasiswa Jurnalistik (KMJ) Unisba, Daunjati ISBI.

"Mereka diteriaki 'anjing', 'goblok', dipukul pentungan dan kayu, ada pula yang gawainya direbut lalu dibanting ketika tengah merekam massa aksi yang dipukuli.

Selama ini, aparat kepolisian seperti tak bosan berulah melakukan kekerasan terhadap jurnalis, seolah tutup mata bahwa mereka seharusnya menghargai bahkan turut melindungi serta tunduk pada hukum yang mengatur kebebasan jurnalis dalam meliput sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Kecaman dan Tuntutan Bersama

Penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ketika aksi demonstrasi di Bandung adalah tindakan pelanggaran hukum dan melanggar peraturan internal Kapolri itu sendiri.

Dalam peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 jelas disebutkan bahwa pihak kepolisian tidak boleh terpancing, tidak boleh arogan, tidak boleh melakukan kekerasan bahkan di saat situasi kerumunan massa tidak terkendali. Polisi harus berhenti melakukan kekerasan kepada masyarakat sipil termasuk ketika berdemonstrasi.

Setiap kekerasan, represi dan brutalitas aparat merupakan tindakan yang merusak nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi, juga ancaman yang begitu nyata terhadap keselamatan serta kebebasan masyarakat sipil.

"Menurut kami, tangan dan kaki mereka yang dilumuri kekerasan itu adalah bentuk pengkhianatan atas semboyannya sendiri tentang melindungi, mengayomi. Kami masyarakat sipil bersama-sama tak akan jemu untuk tegak mengecam dan melawan setiap tindakan kekerasan yang sedemikian massif dan terus berulang itu," kata Aliansi.

Berdasarkan hal tersebut, Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat mengutuk tindakan brutal polisi terhadap masyarakat sipil di Kota Bandung, dan menegaskan sikap bersama:

  1. Mengecam segala bentuk represivitas aparat.
  2. Mendesak Kapolri mengevaluasi perilaku dan tindakan brutal anak buahnya dalam menghadapi aksi massa.
  3. Mendesak semua pihak terutama kepolisian menghormati kerja-kerja jurnalis termasuk persma sesuai UU Pers.
  4. Mendesak pihak kepolisian turut menjaga keselamatan paramedis dan pembela HAM.
  5. Mendesak pihak kepolisian secara serius menghargai kebebasan berpendapat sebagai bagian dari HAM, bukan malah menyempitkan ruang kebebasan sipil tersebut.

Adapun aliansi terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) Jawa Barat, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat.

Berita Terkait
News Update