Pengantar: “Menyongsong peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI, melalui kolom ini disajikan tulisan berseri mengenai “Kemandirian Bangsa Menuju Indonesia Emas”. Tulisan dimuat setiap hari Senin dan Kamis. (Azisoko).
“Perlu menanamkan karakter luhur seperti religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, komunikatif, proaktif, dan kolaboratif.Tak kalah pentingnya cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial dan demokratis,”
-Harmoko-
Mewujudkan kemandirian tak semudah diucapkan, tak ubahnya memperjuangkan kemerdekaan, tak cukup bermodalkan semangat dan tekad yang kuat, tetapi perlu dibarengi dengan upaya nyata dan sungguh- sungguh.
Rela berkorban, kekompakan, kebersamaan, saling membantu dan kegotong-royongan merupakan nilai – nilai perjuangan yang sekiranya bisa diterapkan dalam memperjuangkan kemandirian di era kekinian.
Tidak dapat dipungkiri, mewujudkan kemandirian bangsa bukannya tanpa tantangan. Bahkan dapat dikatakan, era sekarang, ditengarai tantangan kian beragam dan semakin merintang, bak menghadang upaya menjalankan kemandirian.
Namun, seberat apapun tantangan yang dihadapi, serumit apapun problema terjadi, mewujudkan kemandirian tidak bisa ditunda – tunda lagi.
Negara yang tidak memiliki kemandirian bangsa akan lemah, dan rapuh, mudah terombang-ambing oleh kondisi ekonomi global dan situasi geopolitik di dunia. Belum lagi kondisi dalam negeri, jika berbagai kebijakan banyak dikritisi karena dinilai tak selaras dengan kehendak rakyat.
Memang kritik tidak akan menjatuhkan, tetapi bertebarnya kritik yang tiada henti, lebih-lebih yang didasari akibat ketidaksukaan, dibumbui narasi kebencian, dapat mengganggu stabilitas politik.
Sementara terganggunya stabilitas politik akan mempengaruhi stabilitas ekonomi, dan sektor lainnya. Diyakini, segala gangguan akan punah secara alamiah, jika negara kita memiliki kemandirian, setidaknya dalam tiga sektor, yakni berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi dan keuangan serta berkepribadian dalam kebudayaan.
Berdaulat dalam politik tidak perlu disangsikan lagi. Pemilu secara langsung , baik pilpres maupun pileg serta pilkada menjadi bukti kedaulatan politik sudah berjalan dengan baik.
Bahwa masih perlu adanya penyempurnaan dalam kehidupan politik dan demokrasi adalah kebutuhan untuk menjadi lebih baik lagi, tidaklah terbantahkan.
Mencuatnya wacana amandemen UUD 1945 mengenai sistem dan mekanisme pemilu, serta revisi undang –undang terkait kehidupan politik, bagian tak terpisahkan adanya kehendak untuk melakukan perbaikan.
Amandemen atau revisi, apapun namanya dalam upaya penataan lebih baik lagi, tentu harus selaras dengan makna bahwa pemegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat.
Maknanya, jangan sampai demi kepentingan rakyat, pada akhirnya rakyat pula yang tersisihkan. Dengan alasan demi kepentingan rakyat, tetapi dalam praktiknya untuk kepentingan sementara orang.
Mencuat pendapat tak jarang kekuasaan seolah tergadaikan karena terjerat pengembalian modal politik ketika mengikuti kontestasi pemilu.Ini semua akibat mahalnya biaya politik dalam kontestasi pada pilkada.
Di level lebih tinggi lagi, keterlibatan kelas kapitalis transnasional, tidak menutup kemungkinan akan ikut mempengaruhi kebijakan dalam negeri. Ini sebagai dampak dari masuknya globalisasi.
Keterlibatan kapital tingkat atas yang mendunia, dikhawatirkan dapat mengancam kedaulatan, jika kita tidak kuat dan tangguh. Jika kemandirian bangsa lemah dan rapuh.
Di sisi lain, perlu terus membangun nation-building dan character- building untuk memperkuat kedaulatan negeri kita. Edukasi melalui penularan dan keteladanan nilai -nilai patriotisme dan nasionalisme menjadi penting.
Perilaku baik yang perlu diedukasi sejak dini, di antaranya menanamkan karakter luhur seperti religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, komunikatif, proaktif, dan kolaboratif, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Tak kalah pentingnya cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial dan peduli lingkungan serta demokratis, yaitu sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain, sebagaimana tercermin dalam pasal 28 UUD 1945 tentang hak hak asasi.
Dengan proklamasi kemerdekaan hendaknya kita bangga dengan kedaulatan negeri sendiri. Mari kita kembangkan semangat kemandirian bangsa kita, bahwa kita pun sederajat dengan bangsa lain. (Azisoko).