Sering dikatakan pujian itu menyenangkan, tetapi bisa memabukkan. Sementara, kritikan itu menjengkelkan, tetapi memompa semangat untuk perbaikan.
“Pernyataan itu tidaklah salah, tetapi tidak sepenuhnya benar,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Loh, umumnya wanita suka pujian, nggak percaya tanya saja langsung kepada wanita,” kata Yudi sambil melirik kepada Ayu Bahari, pedagang warteg langganan.
“Apa benar Yu,” kata Heri kepada Ayu Bahari.
“Tergantung siapa yang memuji, bagaimana memuji dan apa isi pujian,” jawab Ayu.
“Rasain lo, nggak semua wanita suka dipuja - puji,” kata Heri.
“Sebenarnya semua orang suka dipuji, lebih – lebih wanita. Tapi kalau ujug- ujug memuji berlebihan, mengada – ada lagi, tentu ada maunya. Kalau maunya baik nggak soal, kalau buruk, gimana,” kata Ayu.
“Betul juga kalau sebelum – sebelumnya mengkritisi, bahkan acap mencaci, tiba – tiba memuji, tentu ada maunya,” kata Yudi.
“Yang baik sih, memuji itu harus dilandasi dengan ketulusan dan keikhlasan, bukan karena ada maunya, ada kepentingan tersembunyi di balik pujian yang dilontarkan,” kata mas Bro.
“Karenanya jangan sampai terlena karena pujian. Sebab, kalau sudah terlena mengurangi kewaspadaan diri,” kata Heri.
“Ada pimpinan parpol yang menyebut bahwa pujian itu bagaikan racun, sedangkan kritikan adalah berlian. Karenanya parpolnya lebih suka menerima kritikan, ketimbang pujian,” kata mas Bro.
“Kalau semua parpol lebih memilih kritikan ketimbang pujian, sangat bagus, bukti ada kehendak melakukan perbaikan dan perubahan,” kata Yudi.
“Ya, karena kritikan itu dapat memacu semangat melakukan perbaikan. Kalau dikritik marah, tak ubahnya maunya benar sendiri, yang lain salah,” kata Heri.
“Padahal benar menurut saya belum tentu benar menurut orang lain. Begitu juga salah menurut saya, belum tentu salah menurut orang lain,” urai Yudi.
“Lagi pula kritikan itu tidak akan menumbangkan, malah bisa menguatkan. Beda dengan pujian, jika terlena akibat pujian menjadi lupa diri. Jika sudah lupa diri menjadi lemah dan pasrah. Jika sudah demikian, bukan kemajuan, tetapi kemunduran,” kata mas Bro.(Joko Lestari).