Pembunuhan Haniyeh telah memantik ketegangan antara Iran dan Israel ke titik tertinggi sejak Oktober lalu.
Kurang dari 24 jam sebelum pembunuhan Haniyeh, Israel membunuh Fuad Shukr, anggota pendiri sayap bersenjata Hizbullah, dan lima warga sipil di pinggiran selatan Beirut.
Israel menyalahkan Shukr atas serangan di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja Druze, namun Hizbullah membantah bertanggung jawab.
Respons Iran kemungkinan besar akan terukur. Pembunuhan Haniyeh di tanah Iran merupakan penghinaan besar bagi pemerintah Iran, namun hal ini tidak mengubah keinginan Iran untuk menghindari perang regional yang lebih luas.
Politik Iran telah lama terbagi antara garis keras dan reformis. Presiden baru, Masoud Pezeshkian, seorang sentris atau reformis, baru menjabat beberapa minggu.
Para analis berpendapat bahwa Pezeshkian lebih cenderung memilih pendekatan yang berhati-hati.
Pendekatan Diplomatik
Iran terus terlibat dalam diplomasi dengan berbagai negara, kecuali Israel. Ini menunjukkan bahwa Iran masih memiliki keinginan untuk menghindari perang yang lebih luas.
Para analis juga berpendapat bahwa respons Iran akan terkendali dan terukur, meskipun keterlibatan Hizbullah dan sekutu "poros perlawanan" lainnya tidak bisa diabaikan.
Respons Iran akan sangat menentukan arah ketegangan di Timur Tengah. Apakah mereka akan memilih langkah terukur atau respons yang lebih kuat, belum ada yang bisa memprediksinya.
Namun, satu hal yang pasti, semua pihak di kawasan ini harus berhati-hati dalam setiap langkah yang diambil untuk menghindari eskalasi yang lebih luas dan menghancurkan.
Sementara itu, ribuan pejuang baru telah bergabung dengan Poros Perlawanan. Aljazeera melaporkan bahwa 200.000 pejuang baru di Yaman telah bergabung dengan gerakan Ansarullah.
Bergabungnya ribuan pejuang tersebut membuat total kekuatan tentara Houthi menjadi sekitar 500.000 pejuang.