Netralitas Tak Sebatas Slogan

Jumat 02 Agu 2024, 08:02 WIB
Ilustrasi Kotak Pemilihan. (foto: ist)

Ilustrasi Kotak Pemilihan. (foto: ist)

Sedikitnya terdapat 40 penjabat kepala daerah yang akan ikut berlaga dalam pilkada serentak 27 November 2024. Mereka, seperti dikatakan Mendagri Tito Karnavian, telah mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai penjabat (Pj) kepala daerah.

Bagi Kemendagri, tentu bukan saja harus segera memproses surat permohonan pengunduran diri yang akan digunakan sebagai legalitas untuk syarat pencalonan dalam pilkada. Yang lebih mendesak adalah segera mencarikan penjabat penggantinya.

Ini menjadi penting agar pelaksanaan pentahapan pilkada, utamanya sejak masa kampanye hingga hari pencoblosan dan berlanjut pada masa transisi pemerintahan daerah, tidak terjadi kevakuman penjabat kepala daerah.

Kekosongan penjabat kepala daerah akan menjadi krusial, lebih – lebih jika dikaitkan dengan netralitas ASN yang menjadi konsen kita bersama, utamanya para penyelenggara dan pengawas pilkada.

Kewajiban pengunduran diri bagi penjabat kepala daerah yang hendak maju pilkada, satu satunya bertujuan untuk mencegah netralitas.

Pengunduran diri juga berlaku bagi seluruh ASN, anggota TNI dan Polri sebelum masa penetapan pasangan calon kepala daerah.

Sesuai jadwal pentahapan pilkada 2024, pendaftaran pasangan calon (paslon) dilakukan selama tiga hari, mulai 27- 29 Agustus 2024. Sementara penetapan paslon dilaksanakan 22 September 2024.

Menjadi pertanyaan, mengapa ASN, lebih – lebih penjabat harus mengundurkan diri, jika hendak maju pilkada?Jawabnya untuk menjaga netralitas.

Majunya elit birokrasi daerah yang memiliki jabatan strategis bisa memicu terjadinya pelanggaran netralitas ASN.

Tidak dipungkiri, ASN berharap jenjang karir masa depan lebih baik lagi. Jika sejak awal, semasa pilkada sudah “menabung” dukungan kepada calon tertentu, berpeluang akan  kembali mendapat dukungan, jika yang didukung itu terpilih menjadi kepala daerah.

Ditengarai, mobilisasi ASN, apalagi dilakukan secara terstruktur dapat menjadi sarana efektif untuk mendulang suara. Beragam pola dapat dilakukan, di antaranya politisasi program kerja yang dikemas sedemikian rupa oleh elite birokrasi, guna meraih dukungan.

Belum lagi, bantuan sosial (bansos) yang dinilai cukup efektif mendulang pilihan, jika digulirkan tepat waktu dan sasaran.

Itulah sebabnya, mengapa netralitas ASN menjadi penting, tak kalah pentingnya netralitas penyelenggara, pelaksana dan pengawas pilkada.

Satu hal lagi, sejatinya netralitas itu tak perlu dijaga, tetapi dijalankan. Menjaga netralitas tak sebatas slogan, tetapi dibuktikan.(*).

News Update