PROGRAM makan siang gratis yang namanya diubah menjadi makan bergizi gratis, tiba-tiba diramaikan wacana per porsi Rp7.500,-. Program itu sendiri akan diterapkan pemerintahan mendatang, di era Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Program makan bergizi gratis merupakan janji Prabowo saat kampanye Pilpres 2024 yang lalu.
Program ini merupakan kerja raksasa. Anggarannya pun raksasa, ratusan triliun rupiah, kalau sudah diterapkan total seluruh Indonesia. Untuk tahap pertama, dainggarkan Rp71 triliun. Angka sebesar itu kabarnya ditujukan untuk daerah tertentu, yang disebut 3 ter, yakni Terpencil, Terluar, Termiskin.
Semula setiap porsi dianggarkan Rp15 ribu, tiba-tiba ada kabar bahwa Prabowo mempertimbangkan untuk menurunkan anggaran per porsi dari Rp15 ribu menjadi separonya saja, atau Rp7.500,-. Sontak saja, hal ini memicu sorotan tajam dari masyarakat. Intinya angka itu terlalu kecil dan tidak akan mendapatkan yang diinginkan yakni makan bergizi (gratis).
Wacana ini terus bergulir kencang dan melahirkan pemikiran-pemikiran. Juga memunculkan sinisme, uang sebesar hanya akan mendapat nasi kucing, seperti di Yogjakarta dan Solo.
Lantas, dari Tim Prabowo-Gibran melalui Budiman Sudjatmiko selaku Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, meminta agar publik tidak melihat harga per porsi dalam program makan bergizi gratis, tetapi mempertimbangkan gizinya, bagaimana cara menyediakan makanan yang bergizi itu.
Soal harga itu memang bisa sangat fluktuatif kalau kita melihat di ujungnya, kalau kita lihat proses di hilirnya. Kan asumsinya berarti harga-harga tuh beli begitu saja bahan-bahannya.
Lantas, Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran menyatakan bahwa pemangkasan anggaran makanan bergizi gratis menjadi Rp 7.500 per anak, hanyalah isu. Menurut anggota Tim itu, Hasan Nasbi, isu tersebut dikeluarkan ekonom Verdhana Sekuritas, Heriyanto Irawan. Itu mungkin saja ide dari ekonom tersebut. Bukan statement resmi dari tim.
Bagi tim Prabowo dan Gibran adalah memberikan menu makanan yang sesuai standar kecukupan gizi. Jadi, ukurannya adalah ketercukupan gizi. Ketercukupan gizi ini ditentukan oleh ahli gizi.
Apapun wacananya, dari kubu Prabowo Gibran harus memberikan penjelasan resmi sejelas-jelasnya, kalau perlu dari Prabowo sendiri, sebab hal ini terkait kepercayaan publik.
Kalau isu Rp7.500,- diambangkan dan tidak diberi penjelasan resmi, akan terus menjadi nyinyiran masyarakat. Buntutnya, Prabowo-Gibran belum memimpin saja sudah timbul rasa ketidakpercayaan dari publik, dan untuk memulihkan kepercayaan itu sangatlah sulit, dalam politik seakan tidak bisa diralat.
Hal lain mungkin kalau memang ada biat menurutkan anggaran per porsi tersebut, ada tujuan baik tapi tidak disadari dampak dari penurunan itu. Keinginan baiknya adalah agar yang mendapat makan bergizi gratis dengan anggaran APBN Rp71 triliun itu lebih banyak yang menerima manfaat.
Tapi tidak disadari bahwa nilai itu apapun masih terlalu kecil, sebab ada komponen susu segala. Pemilik warteg saja mengatakan, harga paling murah satu porsi Rp10 ribu. Nah itu makan versi warteg yang gizinya mungkin minimalis juga, dan belum pakai susu. Selain hal tersebut, dengan Rp7.500,- apa yang diinginkan dengan multiplayer effect, rasanya sulit diharapkan, karena pelaku jangan-jangan enggan.