Gibran Rakabuming Raka secara resmi mengajukan pengunduran diri sebagai Wali Kota Solo pada rapat paripurna di Kantor DPRD Kota Surakarta, Rabu (17/7/2024) lalu.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo, menyerahkan cinderamata berupa keris kepada Gibran, Wakil Presiden terpilih pada Pilpres 2024.
Menurut Ketua DPRD Kota Solo itu, filosofi keris bisa kebangkitan ekonomi rakyat Indonesia,Surakarta. kami berharap Kota Solo juga akan semakin jaya kedepannya. Keris ini wujud kerja keras, rendah hati, ikhlas dan selalu ingat masyarakat Kota Surakarta.
“Betul keris itu penuh dengan filosofi. Bagi masyarakat Jawa, keris tak sembarang senjata. Keris itu pusaka yang penuh makna,” kata Heri, yang asli Solo, mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Saya sering dengar, keris dianggap sebagai benda pusaka yang memiliki kekuatan magis dan mistis,” tambah Yudi.
“Pendapat itu tidaklah salah, mengingat keris merupakan budaya leluhur yang dibuat dengan sentuhan rasa mendalam untuk memenuhi kaidah serta bentuk visualnya,” jelas mas Bro.
“Masyarakat Jawa mempercayai bahwa keris dibuat dengan pakem yang rumit. Sejumlah sumber menyebutkan , didalamnya terkandung makna religius, magis dan mistis. Kentalnya norma yang melekat pada keris tercermin dari bentuk, fungsi, sejarah serta pemaknaannya,” kata Heri.
“Kira – kira bentuk keris yang diberikan kepada Gibran seperti apa ya,” tanya Yudi.
“Tentunya bukan sembarang keris. Yang jelas keris itu merupakan simbol yang menyiratkan ketajaman berpikir dan kelembutan hati yang dimiliki oleh seseorang,” jawab Heri.
“Berarti keris itu benda pusaka yang penuh makna dan simbol ya?,” kata Yudi.
“UNESCO sendiri memandang keris memiliki nilai luar biasa sebagai karya agung ciptaan manusia. Selain berakar dalam tradisi budaya dan sejarah masyarakat Indonesia, keris juga berperan sebagai jati diri bangsa, sumber inspirasi budaya,” jelas mas Bro.
“Itulah sebabnya keris Indonesia diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia yang perlu dilestarikan, sebagaimana pengakuan UNESCO di Paris 25 November 2005,” urai Heri.
“Itulah sekilas filosofi keris,” kata Ms Bro. (Joko Lestari).