JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) terkait masalah pemutusan kerja ratusan guru honorer di Jakarta.
"Komisi E akan melakukan komunikasi dengan Dinas Pendidikan untuk mendorong agar kebijakan ini dikaji ulang, rencananya mungkin minggu depan," kata anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Elva Farhi Qolbina melalui pesan singkat, Rabu, 17 Juli 2024.
Elva yang juga sebagai kader PSI ini meminta kepada Disdik DKI Jakarta untuk mengevaluasi kebijakan ini.
"Efisiensi tidak boleh dilakukan dengan cara yang merugikan guru-guru yang telah berkontribusi besar dalam pendidikan," tukasnya.
Menurut dia, kebijakan itu perlu dievaluasi lantaran masih banyak ditemukan banyak sekolah yang justru malah kekurangan tenaga pengajar.
"Jika kebijakan cleansing ini terus dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah," tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti adanya potensi tumpang tindih antara kebijakan daerah dan kebijakan pusat terkait penghapusan tenaga honorer, termasuk guru honorer.
Elva berujar, kebijakan penghapusan tenaga honorer sebenarnya merupakan kebijakan yang awalnya dibuat oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pasal 66 UU tersebut mengharuskan seluruh instansi pemerintahan pusat maupun daerah melakukan penataan pegawai non-ASN dengan batas waktu hingga Desember 2024.
"Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pegawai pemerintahan dengan mengakui hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN," pungkas Elva.
Namun, banyak guru honorer yang secara pengalaman sangat mumpuni tetapi tidak mendapatkan kuota atau sertifikasi untuk menjadi ASN atau PPPK karena harus bersaing dengan lulusan baru.