JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Bubur As Syura merupakan salah satu kuliner tradisional yang memiliki makna mendalam dalam budaya masyarakat Melayu.
Hidangan ini tidak hanya dikenal karena cita rasanya yang khas, tetapi juga karena nilai-nilai kebersamaan yang diusungnya.
Bubur ini biasanya disajikan pada bulan Muharram, tepatnya pada hari Asyura, yang merupakan hari ke-10 dalam kalender Islam.
Tradisi ini mengakar kuat terutama di wilayah Malaysia, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.
Bubur As Syura memiliki komposisi bahan yang beragam, mencerminkan keragaman budaya dan tradisi masyarakat yang menikmatinya.
Bahan utama yang digunakan antara lain beras, kacang-kacangan, jagung, dan berbagai jenis sayuran. Beberapa resep juga menambahkan daging atau ayam untuk menambah cita rasa dan kandungan gizi.
Proses memasaknya yang cukup panjang dan melibatkan banyak orang menambah nilai kebersamaan dalam tradisi ini.
Proses pembuatan bubur As Syura biasanya dilakukan secara gotong-royong, di mana anggota komunitas atau keluarga besar berkumpul untuk memasak bersama.
Kegiatan ini menjadi momen penting untuk mempererat tali silaturahmi dan kerja sama antar anggota komunitas.
Setiap orang memiliki peran masing-masing, mulai dari menyiapkan bahan hingga mengaduk bubur dalam kuali besar. Kebersamaan ini menjadikan acara memasak bubur As Syura lebih meriah dan bermakna.
Selain sebagai simbol kebersamaan, bubur As Syura juga memiliki nilai historis yang penting. Menurut beberapa sumber, tradisi ini berawal dari zaman Nabi Nuh AS, di mana setelah banjir besar, Nabi Nuh mengumpulkan sisa-sisa makanan yang ada dan memasaknya menjadi bubur untuk dibagikan kepada pengikutnya.