Obrolan Warteg: Persoalan Lama Mencuat Kembali

Senin 15 Jul 2024, 07:03 WIB
(Poskota/ Yudhi Himawan)

(Poskota/ Yudhi Himawan)

Belakangan ini lagi ramai diberitakan mahalnya harga obat di Indonesia. Bahkan, bisa 3 atau 5 kali lipat dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia.

Beragam komentar dilontarkan mengenai penyebab mahalnya harga obat mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi hingga distribusi.

Begitu pula sejumlah solusi ditawarkan para pakar kesehatan untuk mengatasi mahalnya harga obat dan alat kesehatan (alkes).

Yang jelas , kata pakar, mahalnya harga obat dan alkes merupakan persoalan lama yang belum selesai.

“Harga obat mahal bukan rahasia lagi, utamanya obat paten. Jadi kalau dibilang persoalan lama, memang begitu adanya,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.

“Dampaknya biaya perawatan menjadi tinggi. Tak sedikit warga harus mencari utangan untuk menebus obat,” tambah Yudi.

“Bagi yang mampu akan menarik tabungan, tetapi seperti kita ini, apa yang mau ditarik, dompet saja kosong, hanya tersisa KTP dan SIM, “ tambah Yudi.

“Kita rakyat sudah merasakan harga obat itu mahal, tetapi karena kebutuhan demi kesembuhan, maka semahal apapun harus dibeli, lepas dari mana uang untuk membelinya,” kata mas Bro.

“Sepertinya orang tidak akan protes begitu nebus obat harganya mahal. Hanya mengelus dada, obatnya mahal banget. Segala upaya dilakukan agar bisa menebus obat untuk kesembuhan keluarganya,” kata Heri.

“Jadi harga obat mahal itu persoalan lama yang belum selesai.Bukan persoalan baru.Kalau sekarang lagi hangat diperbincangkan, tak ubahnya persoalan lama mencuat kembali,” urai mas Bro.

“Kalau mencuat kembali tanpa solusi, sama aja bohong. Nanti adem lagi, mencuat lagi, tapi ujung – ujungnya harga obat tetap mahal,” kata Yudi.

 “Ya harus ada solusi konkret. Harus ada kebijakan khusus bagaimana menekan harga obat mulai dari bahan baku, produksi hingga distribusi,” kata mas Bro.

“Iya, kabarnya sebagian besar sekitar 90 % bahan baku masih impor. Belum lagi terkena bea impor, biaya produksi, biaya distribusi, dan pajak yang lain. Ini kata praktisi kesehatan yang menjadikan harga obat menjadi mahal,” kata Heri.

“Intinya pemerintah harus mendorong produksi obat dalam negeri, dengan bahan baku lokal yang sejenis bahan baku impor. Juga memotong mata rantai distribusi.Perlu ada kekuatan besar untuk mewujudkan kemandirian obat dalam negeri,” kata mas Bro.

“Tak hanya pangan, obat juga mendesak perlunya kemandirian,” urai Yudi. (Joko Lestari).

Berita Terkait

News Update