Kontak Budaya Antara Betawi dan Indo-Betawi: Pakai Kolor untuk Santai karena Bikin Sirkulasi Udara Lancar

Selasa 11 Jun 2024, 06:12 WIB
Budayawan Betawi, Ridwan Saidi. (foto: ist)

Budayawan Betawi, Ridwan Saidi. (foto: ist)

POSKOTA.CO.ID - Pada masa penjajahan Belanda di Batavia, perkawinan campur antara orang Betawi dan Belanda memang lazim terjadi. Ini bisa dilihat dari silsilah keluarga para tokoh betawi.

Misalnya saja, M. Husni Thamrin, kakeknya berasal dari Inggris. Selainnya, pengarang Mahbub Djunaedi, memiliki nenek yang asli kelahiran Jerman. Gubernur Raffles sendiri memiliki jalinan cinta dengan perempuan pribumi.

Dari kontak budaya ini, lahirlah keturunan berasal dari dua kebudayaan, yang biasa disebut orang Indo-Betawi. Dalam tulisan ini, maksud Indo-Betawi mengacu pada orang betawi yang menikah dengan orang Belanda. Mereka sebagai manusia yang lahir dari dua kebudayaan, layaknya koin, memiliki dua sisi.

Dua sisi kebudayaan yang menyatu ini, dapat menunjukkan suatu sifat yang lebih menonjol dari keduanya. Kemudian muncul suatu hubungan antara manusia hasil perkawinan kebudayaan, dalam hal ini orang Indo-Betawi, dengan manusia tulen dari satu kebudayaan, yaitu orang betawi asli.

Orang betawi sendiri memang sikapnya amat terbuka terhadap kawin campur. Menurut mereka, yang penting, si mantu harus mengikuti agama pasangannya, yakni Islam.

Adapun betawi tengah, merupakan daerah yang paling banyak perkawinan campurnya. Karena memang orang-orang Belanda kala itu bekerja di perusahaan swasta atau pemerintahan, yang kebanyakan lokasinya berada di Betawi Tengah.

Misalnya, daerah seperti Kemayoran, Sawah Besar, Kebon Sirih, dan Kwitang. Daerah tersebut banyak yang mengatakan sebagai potret miniatur komunitas megapolitan.

Paling tidak, ada tiga saluran yang menjadikan terjalinnya hubungan antara orang Betawi dan Belanda, yaitu hubungan percintaan, sosial, dan pekerjaan. Dari sini jelas, hubungan percintaanlah yang mengawali hubungan sesudahnya. Betapa tidak, orang Belanda yang datang ke Batavia kala itu adalah para bujangan.

Hubungan pekerjaan juga menimbulkan komunikasi antara pribumi Betawi dan orang Belanda. Sebagai pribumi, masyarakat betawi lebih banyak yang bekerja menjadi babu atau pembantu rumah tangga di rumah orang Belanda. Tapi, mereka menjadi babu yang pulang, jarang yang mau menjadi babu nginap. Yang laki-lakinya, ada yang menjadi supir dan kusir.

Dalam hal musik, kesukaan antara keduanya hampir sama. Musik keronconglah yang membuat mereka saling bertemu. Tapi orang Indo tidak begitu menyukai alat musik tanjidor, rebana, gambang kromong, dan orkes harmonium.

Dari aspek bahasa, banyak pengaruh asing yang dibawa orang Indo, seperti istilah-istilah musik. Di antaranya, “pales” yang berasal dari kata “vals”, dan “mol” yang mengacu pada nada mol.

Kontak Budaya melalui Olah Raga

Berita Terkait
News Update