Kabinet Gemuk, Adakah yang Salah

Jumat 31 Mei 2024, 05:17 WIB
Calon presiden terpilih dalam Pilpres 2024, Prabowo Subianto. (Instagram/@prabowo)

Calon presiden terpilih dalam Pilpres 2024, Prabowo Subianto. (Instagram/@prabowo)

TERCATAT dalam sejarah bahwa negeri kita pernah memiliki kabinet dengan 100 menteri, sering disebut “Kabinet 100 Menteri” atau yang lebih dikenal dengan “Kabinet Dwikora II” pada Februari 1966.

Sejarah sebagai panduan kita mempelajari masa lalu sebagai rujukan untuk melakukan perbaikan, tetapi bukan lantas kita kembali ke masa lalu. Dan, kita meyakini jumlah menteri kabinet tidak akan sebanyak itu.

Kita tahu, kabinet 100 menteri dibentuk untuk merespons krisis sosial, ekonomi dan keamanan saat itu.

Kondisi saat ini berbeda dengan masa lalu. Saat ini tak ada krisis.Stabilitas politik dan keamanan sangat terkendali hingga pasca pemilu 2024. Lebih-lebih hasil pemilu, sudah memiliki legalitas.

Kalau kemudian mencuat wacana ada penambahan jumlah menteri dari 34 kementerian menjadi 40, bukan karena krisis, tetapi semata kebutuhan saat sekarang dan mendatang.

Pertanyaannya kemudian, kebutuhan untuk siapa ?Jawabnya kebutuhan untuk bangsa dan negara. Penambahan kementerian atau badan setingkat menteri agar dapat mencover keseluruhan program pembangunan seperti yang menjadi visi dan misi pemerintahan mendatang.

Penambahan jumlah menteri untuk memudahkan, melancarkan dan mempercepat upaya memajukan bangsa dan negara, menyejahterakan rakyat Indonesia.

Bahwa mencuat penilaian upaya penambahan jumlah kementerian melalui revisi UU tentang Kementerian Negara untuk mengakomodir kepentingan parpol pendukung pemerintahan, tidak perlu diperdebatkan.

Bahwa kemudian mendapatkan catatan dari berbagai kalangan,  penambahan jumlah menteri akan berdampak kepada membengkaknya anggaran, tidak bisa dipungkiri.

Begitu pun adanya penilaian penambahan jumlah kementerian akan berpotensi menambah area korupsi, patut disikapi untuk dikaji. Utamanya menutup segala celah potensi terjadinya korupsi.

Kasus korupsi terjadi hampir di semua sektor kehidupan. Begitupun jika ada penilaian hampir semua kementerian terdapat kasus korupsi, yang salah bukan kementeriannya, kabinetnya. Begitu pula pada kabinet gemuk, yang salah bukan kabinetnya, jumlah menterinya, tetapi oknum yang melakukan korupsi.

News Update