UNTUK menentukan sikap harus mempertimbangkan terlebih dahulu untung ruginya, baik buruknya, manfaat tidaknya pilihan yang akan diambil. Lebih-lebih sikap politik yang tentunya akan berdampak kepada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Begitu juga sikap parpol kepada kebijakan pemerintahan, terhadap lawan dan mitra politiknya.
“Berarti harus ada kalkulasi politik ya,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Untuk menentukan pilihan dalam pemilihan ketua RT saja perlu ada beragam pertimbangan, apalagi untuk kepentingan yang lebih luas,” kata Yudi.
“Intinya untuk menentukan pilihan harus ada berbagai pertimbangan, ada hitung-hitungan. Ada kalkulasi. Kalau mau buka usaha , ya ada kalkulasi ekonomi, prospeknya usahanya bagaimana. Jika sikap politik, ya kalkulasi politiknya seperti apa,” kata mas Bro.
“Ya untuk menentukan sikap sebaiknya tidak asal agar tidak menyesal di belakang hari. Apalagi menyangkut bangsa dan negara, masa depan rakyat Indonesia,” kata Heri.
“Itu pula sikap PDIP terhadap pemerintah. Mau bergabung dalam koalisi mendukung pemerintahan presiden terpilih atau di luar pemerintahan alias oposisi,” kata mas Bro.
“Kalau bergabung akan mendapat jatah kursi kabinet, jika berada di luar gerbong pemerintahan berarti tidak dapat jatah menteri,” kata Yudi.
“Sepertinya bukan soal kursi menteri, tetapi lebih luas lagi. Utamanya bagi kepentingan masa depan partainya, kadernya, massanya, pendukungnya, simpatisannya, masa depan bangsa” kata Heri.
“Sikap politik saat ini akan berdampak kepada perjalanan partai lima tahun ke depan karenanya perlu perhitungan jeli dan rinci,” tambah Yudi.
“Sikap politik saat ini akan berdampak pada kontestasi pemilu tahun 2029. Jika sikap politik yang diambil sesuai kehendak publik, maka bisa mendongkrak perolehan suara. Sebaliknya, jika bertolak belakang dengan keinginan publik, simpati bisa merosot . Ini bagian kalkulasi,” urai mas Bro.
“Wah, kamu Bro, lagaknya analis politik saja,” kata Yudi.