"Masih aman di Bekasi, alhamdulillah masih berjalan, gak ada yang berdampak, jualan masih berjalan," paparnya.
Meski demikian pihak penyedia kerja belum memberikan informasi terbaru mengenai status kerja Dimas. Dirinya mengaku selalu mendapat kerja dengan status perpanjangan selama 6 bulan.
Dengan status itu, ia memiliki satu bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024 mendatang.
"Saya di sini sistemnya mitra yah per 6 bulan sekali di perpanjang, kalau toko di Juanda udah belasan tahun berdiri. Kontrak saya mungkin sampai Juni 2024, mungkin akan ada perjanjian lagi dari kantor," tutup Dimas.
Bukan Produk Dalam Negeri
Kepala Bidang Hubungan Industrial (HI) dan Sarat Kerja (Saker) Disnakertrans Purwakarta, Ardi Wahab memaparkan bahwa Bata merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang bermarkas di Cekoslowakia.
"Pasti kita mengiranya Bata punya perusahaan Indonesia. Ternyata perusahaan PMA," ungkapnya.
Menurutnya sangkaan Bata milik perusahaan dalam negeri karena saking lamanya menemani masyarakat Indonesia.
"Bayangkan Bata ini sudah ada jauh sebelum Perang Dunia I meletus. Bata jugalah satu-satunya produsen sepatu untuk tentara yang terlibat perang di PD I," ungkapnya, kemarin.
Bata masuk ke Indonesia, lanjut Ardi, tahun 1931 dan masih berskala kecil. Baru pada tahun 1940, Bata membuka gudang pertamanya di daerah Kalibata, Jakarta.
Seiring waktu, bisnis sepatu Bata melempem akibat serbuan produk import dan penjualan online. Bata meradang hingga rugi ratusan miliar.
Manajemen memutuskan menutup pabrik diiringi tutupnya ribuan gerai Bata yang tersebar di seantero Indonesia.
"Pemantik ambruknya bisnis bata ini sebenarnya masyarakat sudah bisa menerka. Bata diduga kalah bersaing dari serbuan produk impor dan dalam negeri yang menjual produk ciamik dan kekinian. Sedangkan Bata masih bertahan dengan produknya yang jadul," ungkap Ardi.