Obrolan Warteg: DKI Menuju DKJ

Selasa 02 Apr 2024, 06:00 WIB
Ilustrasi Obrolan Warteg. (Poskota/Yudhi Himawan)

Ilustrasi Obrolan Warteg. (Poskota/Yudhi Himawan)

"APAKAH Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Ketua DPR RI, Puan Maharani di Ruang Rapat Paripurna, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 29 Maret 2024.

Pertanyaan itu dijawab “setuju” oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Rapat Paripurna DPR RI. Palu sidang pun diketok, maknanya DPR menyetujui pengesahan RUU DKJ menjadi UU DKJ.

“Nantinya, Jakarta tidak lagi menjadi DKI, tetapi akan berubah menjadi DKJ ya,” kata Heri mengawali obrolan warteg jelang buka puasa bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.

“Cuma beda huruf belakangnya I dan J saja. Sepintas masih mirip,” kata Yudi.

“Ini bukan soal kemiripan huruf, dan letaknya juga berdekatan, tetapi soal makna karena huruf  “I” dibuang, berarti bukan ibu kota negara lagi,” jelas Heri.

“Meski bukan ibu kota negara lagi, tetap namanya Jakarta, memiliki kekhususan. Boleh jadi Jakarta akan bertambah maju menjadi kota global, mendunia,” kata Yudi.

“Semoga begitu adanya, apalagi legalitasnya kuat memiliki UU DKJ yang memberi dukungan terhadap kemajuan Jakarta bukan saja sebagai kota industri, perdagangan dan jasa, pusat perekonomian Indonesia, juga sentra penting di Asia Tenggara, bahkan dunia,” kata mas Bro.

“Malah akan dibentuk dewan kawasan aglomerasi Jakarta dan sekitarnya. Kawasan tersebut meliputi Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi,” kata Yudi.

“Wah berarti ada penyatuan wilayah Bekasi masuk DKJ ya?,” tanya Heri yang warga Bekasi.

“Bukan penyatuan wilayah, tetapi lebih kepada kolaborasi dan sinergi dalam pembangunan yang menyentuh wilayah aglomerasi. Hak otonomi daerah tetap terjaga,” kata Yudi.

Seperti diberitakan, melalui dewan kawasan aglomerasi, mempermudah pemerintah mengatasi masalah perkotaan dari hulu hingga hilir seperti masalah banjir, transportasi, kemacetan, polusi udara, migrasi penduduk dan lain-lain.

“Berarti dewan aglomerasi harus mumpuni. Jabatan ketuanya, harus lebih tinggi dari menteri karena mengkoordinasikan, menyinkronkan berbagai kementerian ,” kata Heri. (Joko Lestari).

Dapatkan berita pilihan editor dan informasi menarik lainnya di saluran WhatsApp resmi Poskota.co.id. GABUNG DI SINI  


 

Berita Terkait

News Update