ADVERTISEMENT

Obrolan Warteg: Siap Mengkritik, Siap Pula Dikritik

Sabtu, 30 Maret 2024 05:24 WIB

Share
Ilustrasi Obrolan Warteg. (Poskota/Yudhi Himawan)
Ilustrasi Obrolan Warteg. (Poskota/Yudhi Himawan)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

KRITIK kadang menyakitkan, membuat hati terasa panas, apalagi jika kritikan dilakukan secara vulgar.

“Yang namanya kritikan ya menyakitkan. Kalau membuat orang lain menjadi senang, namanya pujian, sanjungan,” kata Heri mengawali obrolan warteg jelang buka puasa bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.

“Kritik itu memberi masukan, mengingatkan agar tidak terjerumus kepada penyelewengan. Mestinya kritikan disampaikan secara santun. Kalau memaksa, bukan lagi masukan, tapi memerintah,” kata Yudi.

“Masing-masing punya cara dan gaya dalam menyampaikan kritikan, yang pasti kritikan itu diperlukan guna perbaikan,” kata Heri.

 

“Intinya kita setuju kritikan itu dibutuhkan setiap orang, lebih-lebih para elite politik, para pejabat agar lebih maju dan berkembang,” kata mas Bro.

“Betul Bro. Kita jangan cuma bisa mengkritik, tetapi juga siap menerima kritik. Hidup perlu keselarasan. Jangan cuma pandai mengkritik, begitu dikritik ogah dan marah,” kata Heri.

Lagi pula, kata mas Bro, dengan kritik membuat kita makin sadar diri bahwa apa yang sudah dilakukan belum tentu benar, tak semuanya sesuai harapan orang lain.

Dengan kritikan menjadikan kita untuk terus mawas diri, sebuah sikap yang memang diperlukan, jika ingin maju dan berkembang.

Tanpa kritik, boleh jadi bukan kebaikan yang didapatkan, tetapi keterpurukan.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT